Jumat, 30 Desember 2011

Resume Desember

Yaahh, saya menyadari ternyata di bulan desember ini saya ngga posting apa2 sampe hari ini.
Padahal cukup banyak yang terjadi di bulan terakhir tahun 2012.

Sebenarnya hal ini dimulai dengan internet di rumah yang ngga oke. Tiba2 aja dia mati dan saya akhirnya ngga bisa leluasa untuk online :(. Selain itu perlu diketahui bahwa laptop saya sudah tidak bisa lagi terhubung dengan kabel LAN, jadi sama saja saya tidak bisa online dari laptop saya. Padahal akan jauh lebih mudah dan menyenangkan ketika memakai barang milik diri sendiri. :(

Kembali ke bulan desember, awal bulan desember sudah saya lalui dengan hati yang masam. Ya, unfortunately, it was still about him. Menyebalkan dan membosankan? Saya juga ngerasa gtu. :p Dengan bodohnya saya menghancurkan hubungan yang sudah rapuh. Tali pertemanan yang saya inginkan tampaknya tinggal mimpi.

Di bulan desember ini juga saya memulai lembaran baru di dunia akademik. Beberapa teman saya pasti mengerti maksud dari kata-kata saya ini. Yah, saya berharap ini adalah langkah untuk maju.

Selain itu saya juga mengalami yang namanya "kado tak tersampaikan". Hehehe. Rasanya ga jauh beda kaya perasaan yang tak tersampaikan, tapi lebih sakit sih kalo saya pikir. :p. Tetapi sudahlah, mungkin itu awal yang baik untuk totally move on. :)

Desember juga membawa saya kembali ke Bekasi. Kembali ke keluarga saya. Menikmati menit-menit berharga bersama mereka. Saya tahu ikatan saya dan mereka sangat kuat jadi tak perlu berkomunikasi setiap hari pun kami tetap merasa baik-baik saja. Tapi bukan hal yang buruk juga ketika saya bertemu dengan mereka, kan?

Banyak kejutan, banyak perjalanan, banyak rasa...
Bulan desember, bulan hujan, bulan kenangan, bulan apapun itu...
Yang jelas, mungkin sedikit terlambat tapiii

Merry Christmas everyone...
I hope you have a peaceful Christmas... :)

30 Desember 2011

Percakapan Dua Gelas Susu (2)

”Kok, masi panas ya?” Tanyamu dengan sedikit cemberut.

”Kan udah dibilangin, minumnya dikit-dikit aja. Diseruput. Kalau haus, nih aku punya air putih.” Kataku sambil menyodorkan tempat minumku.

”Hehehe. Iya.” Jawabmu.

”Terkadang kita tidak bisa meminum mimpi. Tapi mungkin kita bisa menyeruput mimpi. Dan ngga salah kok, mencoba yang lain terlebih dahulu. Kalau mimpi itu memang realitamu di masa depan, kamu pasti bisa meraihnya. Tapi jangan lupa juga kalau mimpi identik dengan fatamorgana. Oasis di mata tapi tidak nyata. Kamu mau terus berfatamorgana? Berilusi?”

”Kamu ngomong apa sih, luk? Ga nyambung.” Sahutmu.

”Lupa kalo kamu oon.” Jawabku ogah-ogahan.

”Emang aku ga boleh punya mimpi ya? Ga boleh punya angan-angan?” Tanyamu.

”Boleh. Itu yang membuat kamu hidup. Tapi kadang overdosis itu bisa juga merangsang kematian. Begitu pula mimpi. Aku terkadang lebih suka membuang mimpi yang emang percuma buat disimpen. Kalo ternyata aku berjodoh sama mimpi itu, anggap aja nilai plus. Kalo ternyata sampe akhir hayat aku dan mimpiku bagaikan dua rel kereta api yang tak bersatu, anggap aja itu bunga kehidupan. Mimpi itu bunga kehidupan, cantik tapi banyak durinya, jadi harus hati-hati.”

”Kamu kenapa sih, luk? Segitu abis patah hatinya sampe ngomongnya pun ngaco?” Tanyamu heran.

”Hahahaha. Lagi pingin bilang ke diri sendiri supaya bisa ’move on’ dan mungkin pingin ngajak satu temenku ini buat ikutan bareng sama aku. Tertarik?”

”Susunya udah dingin, kedinginan nih kelamaan ngobrol.” Katamu tiba-tiba.

”Yaudah, gek diminum, nyeng.”

”Ngga tau luk, kok kayanya aku perlu waktu buat mencerna kata-katamu ya?” Lontarmu tiba-tiba sambil menunduk memainkan sendok susu.

”Aku tau kapasitas otakmu dan seberapa keras hatimu. Aku ngga maksa kamu untuk ikut bareng aku atau sekedar mengingat percakapan kecil kita ini. Tapi kamu tau, aku Cuma pingin liat kamu baik-baik aja. Dalam arti kamu bisa mencoba banyak hal baru, berteman dengan banyak orang, cari pengalaman sebanyak-banyak, ngga usah ingat-ingat mimpi itu dengan menyapanya atau berharap bertemu dengannya. Kadang kamu harus berusaha keras agar tidak selalu menganggap dia pilarmu dan jika ada yang menawarkan pilar lain, cobalah kamu telisik dulu. Kalo cocok ambil, kalo ngga ya ga usah dipaksa. Kamu masi mau nangis buat dia? Sekali-kali aja deh, kasian juga tuh paru-parumu. Nangis kan bikin sesek.”

”Hehehe. Kok kamu tau aku masih sering nangis. Aku kan ga pernah cerita.” Tanyamu.

”Wooyyy, lo lagi ngomong sama manusia, bukan robot. Gue juga punya hati punya rasa kalee. Kamu tahu? Aku juga kadang masi nangis kalau ingat ’dia’, bertanya kenapa aku ga dikasih waktu lebih panjang buat nemenin dia, injury time gtu. Masih nangis saat ingat semua yang pernah kita lewatin sama-sama. Tapi aku coba sebisa mungkin untuk ngga nangis sering-sering, mulai mencoba menggaungkan namanya di dalam hatiku biar terasa lebih rileks dan biasa aja. Perlahan membuang mimpi yang pernah aku rajut dengan namanya sebagai benang. Perlahan-lahan. Sakit memang tapi aku harus ’move on’.”

”Kalau ternyata dia memang jodohmu? Kamu akhirnya berakhir dengan hidup bersamanya?” Tanyamu dengan mata yang tak berkedip.

”Kaya yang aku bilang tadi, itu nilai plus. Berarti emang dia adalah susu panas buatku. Tapi dari pada aku terus nangis dan ngga ngapa-ngapain, mending aku keluar dari tangisan itu, cari hal baru dan mungkin ’susu’ yang lain. Kalau aku tidak berhasil dengan susu yang lain itu, ya ga papa yang penting aku tidak terjebak hanya dengan dia seorang. Kadang susu yang kita dapatkan memang tidak sama. Tapi mencoba beragam susu itu ngga salah. Koleksi rasa. Makin banyak, makin lengkap deh kafe kehidupan kita.”

”Aku ngga tau, luk.” Katamu lirih.

”Kamu harus tau. Yang ngga perlu tahu itu aku. Ngga masalah kalo kamu ngga mau cerita sama aku, tapi kamu harus cerita sama dirimu sendiri. Mensinkronkan hati dan otak. Udah habis susunya? Pulang yuk, udah jam 11 lewat aja nih. Kasian sama yang nungguin kamu di kost”

”Yuk.” Jawabmu singkat.

Lagi-lagi aku memojokkannya. Duh, mulut ini ngga bisa dijaga deh. Kasian deh anak orang ini. Setelah hari ini mungkin dia ngga akan cerita apa-apa lagi soal mimpinya. Mungkin sebel karena selalu dan selalu aku marahin karena aku ngga suka. Kenapa juga aku suka amnesia kalau setiap orang itu berbeda. Aku dan dia berbeda. Yasudahlah, kalau memang setelah ini dia ngga bicara soal itu lagi dan ngga curhat ke aku ga papa lah. Yang penting dia baik-baik saja. Emm aku harap dia baik-baik saja untuk menyongsong tahun baru ini.

”Udah sampe.” Kataku.

”Makasi ya, luk. Kapan-kapan kalau ada film gratisan ajak aku lagi ya.” Pintamu.

”Dasar mental gratisan! Oke, tidur sana.” Jawabku.

”Kaya kamu ngga aja. Daahhh. Hati-hati yaa...”

Aku gas motorku melaju di tengah dinginnya kota Yogyakarta. Jalanan mulai sedikit lenggang dan mungkin juga hatiku. Ingin rasanya membuat ia keluar dari lingkaran ’susu panas’ nya tapi itu hidupnya bukan hidupku. Apapun yang ia pilih, ia yang mengerti semua konsekuensinya. Dan aku. Iya, tugasku Cuma satu. Aku tetap akan ada di sampingnya sebagai temannya. Sampai kapan? Ntahlah, hanya penulis skenario kehidupan yang tahu.

-kado tahun baru untuk seseorang yang selalu kujemput setiap pagi selama hampir 3 tahun. Mungkin ini kado yang paling menyebalkan. :p-

Kamarku, 30 Desember 2011

Nb: It is the right time to move on, I think. :)

Jika ternyata kita sampai di tempat yang sama, setidaknya kita sudah pernah berpindah tempat untuk melihat orang baru dan mencoba susu yang baru. :)

Percakapan Dua Gelas Susu (1)

“Pesanannya dua gelas susu putih segar panas ya, mbak. Yang satu tanpa gula.”

“Yup, mbak.”

“Ditunggu ya pesanannya.”

Disinilah kita sekarang berada. Duduk berhadap-hadapan ditemani gelapnya malam dan dinginnya kota Yogyakarta. Jalanan di depan masih sarat dengan motor-motor yang sudah tak sabar melabuhkan rodanya. Kota jelas masih ramai walau jarum jam sudah mulai bergerak dari pukul 9 malam. Wajar saja, ini termasuk jalan utama kota ini sehingga pemandangan seperti itu adalah hal yang biasa.

Aku dan kamu sejenak bermain dengan keheningan dan akhirnya kita pun memulai percakapan basa-basi seputar film gratis yang kita tonton tadi ataupun seputar kegiatan akademik yang selalu kita jalani bersama. Tentang beberapa nasib yang sedang melanda teman-teman kita atau tentang takdir yang sedang coba kita jalani. Dan susu yang kita pesan pun datang. Aku tau kamu tidak bisa menyembunyikan wajah sumringahmu. Ya, aku tau susu adalah minuman kesukaanmu.

Kau mulai menyeruput perlahan susu panas itu dan air mukamu pun berubah.

“Panas.” Katamu.

“Yaiyalah.” Potongku galak. “Jelas-jelas ditulis SUSU PANAS. Kalo dingin harusnya kamu protes sama mbaknya.”

“Iye, iye, galak banget sih.” Jawabmu.

“Eh, terkadang tuh mimpi kaya susu panas ini ya. Kelihatannya enak dan menggiurkan saat ia hadir, tapi kalau langsung kita minum juga ga bisa. Nyonyor mulut kita. Terkadang memang kita harus menunggu sampai susu itu dingin atau mungkin kita perlu makan atau minum yang lain dalam rangka menunggu susu itu dingin. Bahkan terkadang bisa saja kita meninggalkan susu itu kalau ternyata ada cecak yang masuk kesana. Hahahaha.”

“Perumpaanmu bagus diawal doang deh, akhirannya bikin antiklimaks. Ngapain juga cecak berenang di susu?” Timpalnya sambil manyun.

“Biarin, kan temanya tentang mimpi. Kadang mimpi membawa kita terbang tinggi sampai kita lupa sama yang namanya realita dan akhirnya kita jatuh dengan rasa sakit yang luar biasa ketika kita sampai pada realita. Jadi bikin perumpaannya juga harus yang antiklimaks dong.” Balasku.

“Terserah deh.” Jawabnya.

Kuamati sekilas profil orang dihadapanku. Sekilas aja, karena dia bukan lelaki ganteng ataupun macho. Dia teman sepermainanku dan di cewek, sama sepertiku. Badannya kecil dan kurus. Tidak salah kalau ada yang menyebutnya kurang gizi. Terkadang ia menyebalkan karena manjanya yang overdosis. Tapi kalau dipikir-pikir kadang dia cukup tough juga kok. Kadang :p. Berteman dengannya lebih dari 3 tahun dengan segala tabiatnya tidak membuatku kapok. Sebagai bocoran aku selalu menjemputnya setiap pergi ke kampus. Macam pacarnya saja :p. Tapi tak mengapa, aku tidak mengeluh dan aku menikmati saat-saat itu.

Sayangnya ada satu hal yang tak pernah aku mengerti tentangnya. Ia selalu menyimpan mimpi yang sama tentang seseorang. Bertahun-tahun dan tak berubah. Tanya kenapa? Perasaan seseorang bukanlah teka-teki yang untuk dipecahkan, menurutku.

Terkadang aku salut dengan kegigihannya menyimpan harapan itu, kegigihannya menunggu susunya yang tak kunjung dingin. Tapi terkadang aku berpikir apakah kegigihan dan kebodohan itu berteman akrab? Kenapa ia tidak mencoba makanan atau minuman lain sembari menunggu susu panasnya itu? Mencari pengalaman baru dan tidak terpuruk pada bagian terburuk dari otak, yaitu “kenangan”. Kenapa terlihat begitu terobsesi akan satu mahkluk itu? Kenapa dan kenapa yang lain.

Tanpa dia tahu terkadang aku ingin mendengar ia menceritakan orang lain. Terkadang aku ingin ia sedikit saja ia lupa akan mimpi indah itu. Sedikit saja kembali pada sebuah “realita”. Terkadang aku ingin dia tidak sakit dan tidak memikirkan hal itu lagi. Sedikit saja.

Tapi mungkin aku harus kembali mengingatkan diriku akan satu baris kalimat yang sering kutulis “Beda kepala beda pikiran, beda hati beda rasa... bukan sesuatu yang benar kalo kita memaksakan perasaan antara satu orang dengan yang lain... biar mereka merasakan dengan hati mereka dan kita dengan hati kita sendiri...”

Aku dan kamu adalah dua sosok yang berbeda. Mungkin seharusnya aku sadar bahwa aku datang di kehidupanmu untuk memberimu tawa dan senyuman bukannya menghakimimu dan mencemoohmu. Mengguruimu bahwa lebih baik begini daripada begitu. Sok menjadi gurumu karena merasa lebih pintar darimu. Menguliahimu dengan sejuta pengalaman yang aku dapatkan. Aku lupa bahwa aku dan kamu berbeda dan aku tak pernah bisa memohon dirimu untuk menjadi yang aku inginkan.

bersambung...

Selasa, 22 November 2011

Detik-detik Duapuluhsatu

Dua puluh satu
Hemm.. mungkin bagi sebagian orang itu angka yang biasa.
Sama aja kaya angka-angka yang lain.
Tapi untuk saya di detik-detik ini adalah angka yang cukup berarti.
Kenapa kenapa kenapa???

Simpel aja alasannya, saya mau ulang tahun ke dua puluh satu.
Ahahahahaha

Kata teman-teman saya sih rasanya biasa aja, ngga ada sesuatu yang terasa berubah atau berbeda dengan bertambahnya dan bergantinya umur ini.
Tapii
Kok saya tiba-tiba merasa ada yang lain yaa??
Apakah karena saya sedang sentimentil??
Hahahahaha...
Ntah.

Bagi saya, dua puluh satu adalah angka yang cukup besar untuk sebuah umur.
Seharusnya seseorang dengan umur ini sudah bisa settled dengan hidupnya.
Dengan pilihannya.

Saya merasa bahwa sebenarnya banyak hal yang belum bisa saya lakukan dalam umur saya ini.
Banyak impian dan angan-angan serta kewajiban yang belum tuntas.
Fiuh.
Yaa... saya merasa diingatkan kembali bahwa waktu itu terus berputar dan saya harus segera berjalan. Berjalan meraih apa yang mau saya raih. Berjalan dan menjadi semakin bijak juga dalam perjalanan ini.
Hemmm... Mungkin saya harus mengadakan refleksi singkat di ulang tahun ke dua puluh satu ini.

"Who is that girl I see,
Staring straight back at me.
When will my reflection show
Who I am inside."

Saya jadi ingat lagu Reflection Christina Aguilera.
Lagu itu adalah sountrack Mulan.
Salah satu cerita Disney favorit saya.

Hemm.. mungkin selama dua puluh satu tahun ini saya sering pakai topeng, sering jahat sama orang, sering ngga sadar kalau udah nyakitin orang, sering bikin orang kecewa atau bahkan menangis.
Saya ngga tahu dan ngga pernah tahu.
Cermin hanya memantulkan fisik saya, bukan kenangan dan apa yang sudah saya lakukan.
Sehingga saya cuma tahu, kalau saya harus menjadi lebih baik.

Klise. :P

Pernyataan klise dengan praktik yang ngga pernah klise.

Hey, dua puluh satu, saya sambut kau dengan tangan terbuka.
Sampai nanti saatnya engkau pergi dan digantikan yang lain...

-ditulis 22 November 2011, saat detik semakin berlalu-

Mama Topolinoo

Saya habis menghedon lagi.. hehehe –maafkan anakmu ini, ibu-. Kali ini saya menghedon di bilik XXI untuk menonton film animasi. Filmnya Disney Pixar, apalagi kalau bukaann… -jeng jeng-



CARS 2

Yeey yeey…
Ya ya ya kalau ada yang lupa dengan film yang satu ini, film ini bercerita tentang mobil-mobil. Ceritanya lucu karena seolah-olah di bumi ini yang tinggal adalah mobil-mobil dengan berbagai jenisnya. Ada mobil balap, mobil Derek, bus, kapal laut, sampai pesawat.
Saat melihat sekuel dari film Cars ditayangkan di bioskop, keinginan menghedon dalam diri saya kembali membuncah. Dan seperti dapat ditebak, saya cari teman dan menontonnya.

Orang-orang suka berkata bahwa sekuel dari sebuah film bisaanya tidak sebagus versi yang pertamanya. Tapi bagi saya Cars 2 salah satu yang oke! :D Kenapa saya bisa bilang oke?

- Cars adalah gabungan antara jenis-jenis film yang saya suka. Saya adalah penggemar film animasi, action, spionase, dan balap-balapan. Saat menonton Cars 2 saya merasa bahwa saya menonton semua jenis film yang saya suka dalam 1 film.
Yap, di dalam Cars 2 kita bisa menemukan cerita tentang spionase layaknya kita nonton James Bond. Kalau ingat James Bond tentu kita ingat dong adegan-adegan dalam filmnya yang seru-seru dan banyak desing-desing tembakannya?
Nah, di Cars 2 kita disuguhkan beberapa adegan seperti itu dalam versi lucunya. Lalu seperti yang sebelumnya, otomatis film Cars bercerita tentang balap-balapan mobil dan saya salah satu orang yang ngga bisa berhenti tersenyum saat melihat balap-balapan mobil. Dan yang terakhir dan yang tidak perlu dijelaskan lagi, jelas Cars 2 adalah film animasi.
Jadi, bener-bener 3 in 1 kan?
Eeerrrr, engga deng 4 in 1. Hohohoho. :p

- Di dalam film ini tempat-tempat arena balapannya tidak hanya di satu negara. Mereka jalan-jalan sampai Jepang, Italia, Prancis, dan Inggris. Bisa ditebak, saya jadi bisa melihat Negara-negara tersebut dalam kacamata animasi. Lucu aja ketika mereka –dalam bentuk mobil pastinya- bertingkah seperti orang-orang yang ada di negara-negara tersebut.
Salah satu contohnya ketika mereka berada di Jepang ada mobil-mobil yang bertingkah seakan-akan mereka pemain sumo atau mungkin saat mereka di Prancis terasa sekali hawa-hawa romantismenya. Bermacam-macam budaya di berbagai belahan dunia tidak pernah gagal mencuri perhatian saya.

Itu dua alasan besar kenapa saya bilang Cars 2 itu menarik. Tapi tapi penasaran ngga sih kenapa judul postingannya saya kasih judul “Mama Topolino”?

Jadi dalam satu adegan di dalam film tersebut mereka harus balapan di Italia. Saat disana, logat-logat mobil itu jadi seperti orang Italia banget. Mereka ngomong bahasa Inggris tapi huruf R nya berasa banget. Jadi setiap ada huruf R jadi dibacanya eerrrr.
Emm… yah, begitulah. Hehehe.

Nah, salah satu tokoh disana namanya Mama Topolino. Cara bacanya juga ala telenovela gtu. Mama Topolinooo. Hohoho. Saya langsung jatuh cinta saat pertama kali mendengarnya :p.

Saya ngga mau cerita filmnya kaya apa, biar kamu penasaran terus jadi pingin nonton. Ahahahaha.
Kalau pesan moral dalam cerita ini mungkin sederhana seperti film untuk anak-anak pada umumnya. Tentang menerima diri sendiri apa adanya dan juga menerima orang lain apa adanya tanpa mengharapkan mereka berubah menjadi yang kita inginkan. Dan pastinya juga tentang persahabatan. Seperti biasa, antara Lighting McQueen (si mobil merah menyala) dengan Marte (mobil Derek berkarat) sempat terjadi selisih paham dan bermusuhan tapi toh akhirnya mereka kembali berbaikan.
Disini kita diingatkan kembali bahwa pertengkaran dalam persahabatan itu adalah hal yang biasa, yang terpenting adalah kita juga harus cepat rujuk dengan sahabat kita itu.

Emm satu oleh-oleh terakhir dari Mama Topolino:
“If you find a frrriend, you will find a trrreasurre.” –remember, Mama Topolino who said it :p-

-ditulis 17 Oktober 2011-

Selasa, 08 November 2011

Bukan Sekedar Rasa

“Ini bukan sekedar rasa, luk. Tapi juga saling percaya.”

Eeeaaa. Sedikit shock saat teman saya mengakhiri perbincangan pada malam yang dingin itu dengan sebaris kalimat di atas. Setelah mengucapkan kalimat tersebut, seperti ada yang memerintahkan kami berdua, kami terdiam dan bermain dengan pikiran kami masing-masing.

Flash back sebentar ya, awal dari perbincangan ini adalah keinginan teman saya, Trisha, untuk mencurahkan apa yang sedang ia rasakan bersama lelaki-nya. Ia mengatakan dalam sebuah percakapan dengan lelaki-nya, lelaki-nya tiba-tiba mencibir dan mengatakan “kok, aku jadi ngga percaya lagi sama kamu.” Jungkir balik lah perasaan Trisha saat mendengar kata-kata itu. Sakit hati? Pasti. Tapi memang apa yang mereka perdebatkan menunjukkan keplin-planan Trisha dalam mengambil sebuah keputusan. Tentu saja Trisha merasa lelaki-nya tidak salah dan tidak berlebihan saat mengucapkan sebaris kalimat tersebut. Tetapi yah, tetap saja rasa sakit yang dirasa tidak dapat ditawar.

Selanjutnya bisa ditebak, Trisha cerita panjang lebar soal bagaimana dia memang belum sanggup membuat keputusan yang oke. Dia masih gamang. Dan ditambah lagi lelaki-nya yang seakan mengetok palu dan mengatakan bahwa ia tidak percaya lagi dengan Trisha. Morat-marit lah perasaan Trisha. Saya sendiri manggut-manggut dan coba mencerna semua kata-kata yang keluar dari mulut Trisha. –emang saya temen yang ngga beres, cuma bisa angguk-angguk aja. Hehe :p-

Waktu sudah berlalu. Perbincangan antara saya dan Trisha sudah terlewati beberapa bulan di belakang. Trisha pun sekarang sudah lebih baik keadaannya. Ia dan lelaki-nya masih berjalan beriringan juga. –syukurlah- Tapi kemarin kembali saya ingat percakapan saya itu. Kembali soal percaya. Iya, lagi-lagi soal percaya. Kenapa satu kata sederhana itu seperti menjadi satu kata sakti? Kenapa hubungan orang bisa baik-baik saja atau berantakan sia-sia karena satu kata ini saja? Kenapa? Kenapa?

“Dia itu ngga percaya sama aku. Katanya bisa aja aku bohong.”
“ Dia kan ngga lihat aku, gimana dia bisa percaya?”
“Aku udah ngga percaya lagi sama orang-orang.”
“Kita bisa mulai hubungan lagi kan? Aku juga ngga percaya kok sama kamu.”

Hedeeehhh. Dari beberapa orang yang cerita ke saya kata percaya ini sering menjadi trending topic. Dia begitu terkenal. Dia sama bikin deg-degan nya sama kata cinta.

Siapa bilang Cuma kata cinta yang bisa bikin senyum, ketawa, dan nangis secara bersamaan? Kata percaya juga punya kekuatan besar itu! –sotoy- Temen saya bisa nangis karena seseorang yang deket sama dia bilang kalau dia udah ngga percaya lagi sama temen saya itu. Temen saya bisa kembali tersenyum karena orang yang disayanginya mengatakan bahwa ia masih percaya sama temen saya. Temen saya bisa ketawa lega karena dia mempercayai orang yang benar. Duh, si percaya ini ternyata berpengaruh ya?

Saya sendiri juga selalu bilang, kalau membangun hubungan dengan seseorang -apapun itu, pertemanan ataupun percintaan- sebaiknya dilandasi rasa percaya. Apalagi hubungan percintaan yang diakhiri hubungan ranjang. Eee agak saru, hubungan tukar cincin aja :p. Ketika dalam sebuah hubungan tersebut sudah tidak ada rasa percaya, yang terjadi pasti hubungan-tidak-sehat-seperti-sinetron-yang-tiap-hari-jadi-produsen-airmata-.

Kalau saya perhatikan, itu yang akan terjadi. Si cowok yang ngga percaya dengan kesetiaan si cewek bakal sering memojokkan si cewek, akhirnya si cewek cuma bisa memeluk bantal sambil beruraian air mata. Mungkin kalau dibalik, si cewek yang tidak percaya sama si cowok akan menimbulkan rasa depresi tersendiri kepada si cowok dan bukan hal yang mustahil kalau si cowok akan mencari pelampiasan. Ntah cewek lain, minum, rokok, main game –lho?-, dan lain-lain yang sesungguhnya saya ngga gitu ngerti sih –ampun cowok, saya bukan kaummu. Ampuunn-. Yah, paling tidak rasa nyaman yang seharusnya dibangun menjadi sedikit kabur.

Untuk masalah ini saya sampai tanya sama temen saya “mendingan kamu nangis tiap hari karena cowok itu tapi kamu masih bersama cowok itu atau kamu putus sama cowok itu dan kamu tetep nangis tiap hari karena kehilangan cowok itu?”

Hayooo, itu pertanyaan problematis dan dilematis lhoo. Hehehe. Seakan-akan kamu merasa ‘aku sama-sama tersiksa ada kamu dan ngga ada kamu, lalu lebih baik gimana? Gimana?’ Hehehe.

Selingan ahh, nih saya kasih lirik lagu yang kayanya cocok
“It's tearing up my heart when I'm with you
But when we are apart, I feel it too
And no matter what I do, I feel the pain with or without you.”
-Tearing Up My Heart, NSync-

Hehehe. Hayoo, pernah kepikiran ngga?

Saya sendiri ngga tau jawabannya. Huahahahaha. Mungkin karena saya belum pernah merasakan cinta sampai dasar hati terdalam. Cinta yang benar-benar cinta. Cinta yang kata orang bisa mengambil separuh nafasmu dan separuh jantungmu.

Emm… jujur saya belum pernah sihadapkan pada kenyataan yang sepelik itu. Kalau sekarang saya ditanya sih, saya bakal milih putus aja. Mending saya nangis tiap hari berbulan-bulan guling-guling di kamar tapi TIDAK bersamanya daripada nangis tapi sama dia. Dengan tidak bersamanya saya bisa move on, mencari yang lain.
Tapii lagi-lagi itu kan cuma ada di pikiran saya, ntah kalau saya benar-benar dihadapkan dalam keadaan yang seperti itu. Mungkin saja ada faktor-faktor lain yang akhirnya membuat saya memilih untuk bersamanya walau dengan menjadi produsen air mata teryahud di seantero nusantara.

Fiuh, hidup ini emang pilihan. Dan pilihan yang ditawarkan di atas emang sulit. Saya juga ga tau jawabannya apa. Kalau kamu? Punya jawaban yang oke? Hehehe :p
Memang semua ini lebih dari sekedar rasa. :p

-ditulis 15 Oktober 2011-

Kamis, 03 November 2011

Antara Hujan, Air mata, dan Kenangan (2)

apa aku baik2 saja? aku berharap tidak menambah air hujan ini dengan air yang keluar dari kelenjar mataku

Air mataku sudah menggenang di pelupuk mata. Tapi aku tidak mungkin menangis disini. Di sekeliling teman-temanku dan diantara banyak orang yang sedang berkumpul dalam keriaan. Aku harus terlihat baik-baik saja dengan keadaan yang tidak baik-baik saja. Sistem yang pernah aku jalani bersamamu benar-benar membuatku harus beradaptasi ketika sistem itu harus dicabut dari hidupku.

biru rindu di relung kalbuku ini tdk dpt disangkal, rasa sesak ini jg nyata tapi jarum jam yg melangkah pergi jg bkn halusinasi

Aku tidak bisa berbohong. Hujan ini benar-benar seperti proyektor kenangan. Rindu yang bulan-bulan lalu sudah berhasil aku enyahkan mendadak hadir kembali. Kenangan yang sudah kukunci rapat di hati mendadak menggedor pintu relung hati. Aku kangan padamu. Tapi aku tidak bisa kasih tau kalau kamu masih ‘disini’. Mungkin kamu tidak tau dan tidak pernah tau. Tapi memang ini akan jadi rahasia antara aku dan hatiku. Kalau angin mala mini membawa rasaku padamu, mungkin kamu tidak akan merasakannya karena kamu tidak mengacuhkannya. Tetapi satu yang kembali kuingat ini rasaku bukan rasamu. Aku pun bertanya dalam desau bayu. Apa harus aku mengejarmu di depan sana? Atau mungkin mengirimkan pesan singkat agar kau menengokku di belakang? Tidak. Jarum jam ini mengingatkanku akan satu hal yang pasti. Waktu-waktu yang sudah kita lalui memang sudah kita lalui. Sekarang jalan kita sudah berbeda dan ketegasan akan perasaan lah yang harus kupilih.

ak mrasa hrs memulai lg dr awal,smua wkt yg beranjak diblakangku sama sekali tdk berlalu di duniaku

Kenapa kamu tidak tenggelam dalam duniaku? Kenapa kamu masih ada disana? Kenapa aku masih disini? Kenapa aku ngga amnesia aja? Waktu saja begitu jauh pergi, mengapa aku tidak bisa mengikutinya? Kenapa duniaku seakan berhenti pada hujan di tahun lalu?

mgk hujan memang turun utk mengingatkanku bhw wkt tlah berlalu dan akn trs berlalu, mengapa ak tdk branjak prg?

Yah, aku salah melihat. Hujan bukan untuk memproyeksikan semua kenanganku. Dia hadir untuk menamparku dengan caranya yang paling halus. Dia mengingatkanku pada waktu nyata yang telah berlalu. Tidak ada gunanya memakai jam yang habis baterainya. Aku hanya akan berada dalam waktu yang sama. Terjebak dalam kenangan yang seharusnya dibawa sambil melangkah pergi. Hujan datang untuk mengingatkanku akan masa depan yang harus aku jalani, bukan untuk mengingatkanku akan apa yang telah aku lewati.

mengejar alunan waktu yg semakin menjauh, kutarik nafasku, dan kuseret langkahku, tiada yg mudah saat ini

“Semua ini bukanlah semudah membalikkan telapak tangan.” Sahutku pada hujan.
Aku tidak bisa benar-benar berlari untuk meninggalkan tempatku ini. Aku tau aku sudah diusir paksa dari ruang kenangan ini tapi aku tak bisa berdusta bahwa kakiku berat, dengkulku nyeri, dan aku harus menyeret semua yang aku punya ini agar bisa melangkah dengan pasti.

tapi smoga seiring musim hujan yg kmbali menyapa, ak bs slalu ingat untuk mengangkat kakiku dengan perlahan tp pasti

Tak ada yang abadi, juga hujan ini. Hujan ini bisa datang bisa pergi. Begitu juga semua serpihan adegan kehidupan yang telah kujalani. Mereka semua datang dan pergi dan aku tidak punya kuasa untuk tinggal di suatu tempat. Walaupun vertigo kenangan ini selalu ada, walau air mata sering memaksa keluar, atau hujan kembali tiba, aku tidak bisa terus-menerus ada di tempat yang sama.
“Kalau semua orang sudah pergi, mengapa aku masih disini?”

Jadi, bolehkah aku melangkah dengan hujan?

-tamat-

-ditulis tanggal 25 Oktober 2011-

Antara Hujan, Air mata, dan Kenangan (1)

#ceritahujan


Tes Tes Tes


“Eh, hujan hujan…”


Kutengahdahkan kepalaku, ya benar ini hujan. Hujan pertama yang aku rasakan setelah berbulan-bulan dia absen dalam kehidupanku. Padahal aku baru saja sampai di panggung terbuka untuk menonton sebuah pertunjukan, kenapa hujan?


“Aduh, hujan. Tadi harusnya bawa mantol ya? Hahaha.”


Seperti biasa, hujan selalu bisa mencuri perhatian setiap orang. Ribut-ribut di sekelilingku ini tidak serta membuat aku ikut masuk ke dalamnya. Entah mengapa hujan seperti membawaku ke tempat lain dan bukan disini. Huft, dasar hujan melankolis. Kenapa juga aku jadi mikir aneh-aneh. Aku kan kesini juga dalam rangka melupakan apa yang selalu hujan bawa untukku. Emm… tunggu… yang di depan itu kan… dia…


“Dia nonton juga tuh.” Kataku pada teman sebelahku.

“Hah? Dia siapa? Oh, iya iya, mana..?” sahut temanku.

“Tuh satu baris ke depan sama kamu, tapi dia paling depan.” Jawabku.

“Wah, sinyalmu kuat ya. Itu kan jauh.” Kata dia sambil manggut-manggut.

“Soalnya dia masih disini.” Jawabku sambil memegang dadaku.

“Huahahahaha. Oke-oke. Dasar gombal.” Tawa temanku.


Tiba-tiba gerimis yang tadinya hanya butiran-butiran yang jarang berubah menjadi butiran yang rapat. Dan sialnya aku tidak memakai jaketku yang ada tudungnya. Jadilah aku hujan-hujanan disini. Tapi pemandangan ini terlalu bagus untuk membingkai kisah hujanku, kenapa juga aku harus ikut-ikutan ribut pake payung atau mantol. Biarlah aku hujan-hujanan.


ujan-ujanan ku yang pertama kulewati bersamamu lagi dengan keadaan yang berbeda


Yah, hujan yang turun tahun lalu juga banyak kulewati bersama seseorang yang ada setengah meter di depanku. Tertutup beberapa punggung tapi aku masih bisa melihatnya. Aku ingat semua tentang aku dan dia. Bulan-bulan hujanku dengan dia adalah ceritaku dan dia. Bau hujan ini dan basah yang aku rasakan semua juga menjadi latar kisahku dan dia. Memori tentang dia benar-benar menginap gratis di otakku.


dahulu ketika air itu melewati kita ber2, kita bs bertatapan, tapi saat ini semua sudah berubah


Slide itu muncul kembali. Penyakit vertigo kenangan yang sudah lama sembuh kembali kumat dalam dinginnya hujan. Aku masih ingat ketika aku meminjam mantol hujanmu atau mungkin ketika kau mengucapkan kata indah –yang sampai sekarang masih bisa kuingat dengan jelas- setelah hujan menyirami kita berdua. Tidak mungkin aku melupakan saat kita berdua berjalan berdampingan melewati hujan itu. Kau meminta untuk berhenti dan berteduh dan akhirnya kita berdua pun duduk bersebelahan diselimuti hujan. Katamu kau berterimakasih karena hujan membuat kita jadi bisa bercerita banyak berdua. Atau saat kau berjalan di sampingku disertai gerimis-gerimis kecil dan aku memegang ujung bajumu, yang pada akhirnya menimbulkan kerutan di dahimu dan pertanyaan “kenapa?”. Ku katakan bahwa keseimbanganku menurun dan aku bisa tergelincir kapan saja. Dan kau pun tertawa, mengatakan bahwa tidak biasa aku berlindung padanya, namun kau tetap membiarkan aku memegang dirimu dan kau pun merapatkan tubuhmu padaku. Mana mungkin aku lupa saat kita basah kuyup bersama, saat kau menawarkanku jaketmu untuk mengobati rasa dinginku. Dan aku pun menolak, kukatakan aku sudah punya jaket. Aku tidak romantis, jawabmu padaku.


aku hanya bisa memandang punggungmu dari jarak yang cukup jauh ketika hujan itu menyelimutiku


Sekarang? Semua sudah berubah, sayang. Aku yang dahulu bisa merapatkan tubuhku padamu, mencari suhu hangat dari ragamu, atau sekedar bercerita membunuh waktu denganmu tak mungkin lagi kulakukan saat ini. Bahkan aku hanya bisa memandang punggungmu. Kita bersama dengan keadaan yang berbeda. Bukan aku atau kau yang berbeda. Aku tetap menjadi anak bandel yang tidak peduli kalau besok terkena flu karena hujan-hujanan dan kau masih orang yang sama yang memilih tidak memakai jaket demi merasakan basahnya hujan itu. Keadaan kita berdualah yang berbeda. Jarak antara kita berdua yang semakin terlihat dan hujan ini. Bahkan hujan ini pun tidak dapat mempersatukan apa yang pernah disatukan.



-bersambung ke posting selanjutnya karena kepanjangan :p-

Selasa, 01 November 2011

Kekalutan Bulan November

Awal bulan.
Seharusnya ini menjadi awal dari segala yang baik-baik dalam benakku.
Tapi pagi tadi semua berubah seiring dengan meluncurnya banyak kalimat dari seseorang yang membuat otakku merasa dikosongkan.
Membuatku semakin merasa bahwa harapan dan kenyataan sedang berada dalam rel yang berbeda.

Fiuh.

Aku tak tahu harus bagaimana.
Bulan November yang biasanya menjadi bulan penuh harapan menjadi bulan penuh ratapan.
Aku tidak mengerti apa yang ada dalam pikiranku.
Semuanya bercampur dan berkecambuk menjadi satu.

Apakah aku menangis?
Inginnya, tapi tak bisa.

Apakah aku putus asa?
Seharusnya, tapi ternyata tidak.

Apakah aku berhenti berjalan?
Tidak, aku menyeret langkahku, namun kesukaran itu hal yang nyata kurasakan.
Ini bukan fatamorgana apalagi ilusi semata.

Hemm... Seandainya aku boleh meminta, ingin kupinta satu hal.
Ya, satu hal kepada "kenyataan".
"Hai, kenyataan maukah kau berteman dengan harapan?
Maukah kau sekali ini berjalan beriringan bersamanya?
Menilik satu titik kebersamaan yang bisa menimbulkan rasa aman dan nyaman untukku?"

Itu permintaanku dalam memulai bulan ini.
Semoga desau angin dingin ini menyampaikan pintaku dan rintihan pilu gemuruh dapat mengetuk pintu hatimu sehingga kau mau berdamai dengan keinginanku.

-1 November 2011, ketika berpikir dalam otak yang kosong-

Selasa, 25 Oktober 2011

How Far Should You Go?

Banyak yang mengatakan bahwa kuliah itu membosankan. Banyak yang lebih rela untuk meninggalkan kelas dalam kuliah untuk mengikuti kegiatan-kegiatan lain yang katanya lebih ‘berisi’ –emangnya badan berisi-. Saya juga bukan salah satu orang yang mencintai kuliah dengan seluruh jiwa raga saya. Saya ngga munafik. Kadang saya merasa capek, bosan, dan mengantuk di dalam kelas. Tetapi kadang juga saya sering mendengar sepatah dua patah kata dari dosen yang cukup mengena dan inspiring untuk saya telaah lebih lanjut. –cielah, prolog saya panjang bener yak? :p-

“How far should you go?”

Bukan, dosen saya bukan supir angkot atau dosen tentang transportasi yang nanyain mau kemana, sejauh mana. Bukan kok. Jadi, waktu itu ada satu mata kuliah yang menerangkan bagaimana suatu brand sebaiknya menempatkan posisi di benak konsumennya. Seberapa dalamkah dia sudah ada di benak konsumennya dan sejauh apakah dia bisa dan seharusnya melangkah untuk lebih mendekati konsumennya. Ya, itu sekilas tentang arti sesungguhnya dari sebaris kalimat diatas. Tapii, yang mau saya sampaikan jauh berbeda.

Saat mendengar sebaris kalimat tersebut, pikiran saya langsung menerawang dan merasa bahwa kalimat tersebut sarat makna –cielah-. Saya jadi merasa bahwa bukan hanya brand saja yang perlu memikirkan kehidupannya ke depan tetapi juga kita. Kita pasti dan sangat pasti perlu memikirkan kehidupan kita ke depan. Pikiran saya pun ikut melayang di siang hari yang panas itu. Saya berpikir “iya juga ya, kok saya ga pernah mikir sekarang posisi saya dimana dan sejauh apa saya ingin melangkah.” Saya mulai larut dalam angan-angan saya sendiri.

Saya termasuk orang yang punya banyak impian. Punya banyak hal yang ingin dicapai ketika waktu masih berpihak pada saya. Saya ingin kuliah saya bisa selesai, pingin bisa ngerasain kerja, pingin sekolah lagi pake biaya sendiri, pingin punya toko fotokopi –serius lho, rasanya seru aja :p-, pingin jalan-jalan ke luar negeri, pingin nonton broadway, dan dan banyak lagi hal-hal yang berkecamuk di angan-angan saya. Lalu saya pun berpikir mungkin ngga sih saya mencapai semuanya? Mungkin ngga sih mimpi itu berubah menjadi hal yang nyata? Mungkin mungkin… -boleh kok sambil nyanyi, Mungkinkah-nya Stinky-

Banyak orang yang mengatakan jangan berhenti bermimpi, pasti nanti mimpimu akan kesampaian. Emm… ngga salah sih. Tetapi saya lebih senang ketika kita bisa memilah mimpi kita sendiri dan perlahan-lahan mewujudkannya secara sadar. Ketika kita sudah sadar kita ada dimana, kita bisa memperkirakan sejauh mana kita sebaiknya melangkah. Kalau memang ada beberapa langkah yang harus kita tempuh terlebih dahulu, tempuhlah, rasakan perjalanan kehidupan itu dan biarkan semuanya berjalan apa adanya. Namun tetap kita harus ingat mimpi tersebut dan bertanya ke diri kita apakah ini titik akhir sebuah perjalanan? Apakah kita sudah siap dengan perjalanan baru? Apakah kita masih harus terseok-seok menuju satu titik yang lain?

Kalimat diatas itu juga membuat kita ingat untuk tidak ngoyo dalam menjalani hidup dan mewujudkan mimpi. Mengingatkan kita agar tidak terlalu ambisius dan lebih realistis. Ambisius itu baik, tapi kalau berlebih juga tidak dianjurkan. Kita bisa refleksi diri sendiri bagaimanakah kemampuan kita dan sejauh apa mimpi kita. Hemmm… saya juga jadi ingin refleksi diri. Hehehe

Kadang saya juga ngga sadar bagaimana hidup yang sedang saya jalani. Bagaimana saya harus menjalaninya. Serta pertanyaan bagaimana-bagaimana yang lain. Tetapi sungguh hanya dengan satu kalimat diatas saya jadi berpikir ulang tentang banyak hal. Bukan hanya mimpi yang jauh-jauh tapi juga sesederhana memikirkan perjalanan cinta –cielah-. Yaa, banyak hal bisa kita pikirkan kembali dengan satu kalimat sederhana :p.

Udah ketemu jawabannya? :p

Kalau saya sih, masih terus berusaha mencari… hehehe :p

-ceritanya saya lagi melangkah mencari jawaban-Rata Penuh

So, let’s ask to ourselves “how far should I go?”


-ditulis 10 Oktober 2011-


Minggu, 23 Oktober 2011

Terapi Pertama Kali

Kalau dilihat-lihat sepertinya tulisan saya yang kemarin-kemarin selalu mengacu pada satu-lelaki-yang-memberikan-banyak-arti-dalam-hidup-saya. Bahkan terlalu banyak arti, sampai-sampai yang menyakitkan juga dia berikan kepada saya. Hohoho. Selanjutnya seperti manusia biasa dia lalu melangkah pergi dan saya disini harus ekstra memperkuat daya tahan diri saya sendiri. –pake ikat kepala- Fiuh.

Tetapi tak mengapa. Sungguh, tak mengapa. Saya kuat kok –padahal dalam hati tangisannya ngalahin derasnya Tawangmangu dan rasanya pingin garuk-garuk tanah-. Yah, saya akui saya harus mengembalikan semangat dan rasa gembira saya yang sempat direnggut –asek dah, bahasanya kaya sinetron :p-. Lalu saya pun berpikir, apa ya yang bisa saya lakukan? Kuliah udah tinggal sisa-sisa –berarti ga bisa diharapkan-, kursus? ya cuma menghabiskan 4 jam bahkan kadang cuma 2 jam dari 24 jam waktu sehari saya. Emm… apa yaa…??

Saya yang tidak mau kehilangan akal –yaiyalah, masa cuma karena lelaki saya kehilangan semangat dan akal, malu sama nenek dan emak!- dan mempunyai sifat dasar yang bosenan serta suka mencoba hal baru akhirnya menemukan jawaban. Kenapa saya ngga coba hal-hal baru yang sebenarnya hal yang biasa dan mungkin sering dilakukan orang-orang tapi saya ngga pernah ngelakuin? Catat, ngga pernah. Saya pun memberikan nama ini adalah terapi pertama kali. Yeeaaahhh…

Sebagai catatan, sebenarnya saya termasuk mahasiswa tingkat akhir –ya, ga akhir-akhir amat sih-. Jika saya adalah tingkat akhir otomatis teman-teman sejawat saya juga mahasiswa tingkat akhir –yang ga ada kerjaan lebih tepatnya-. Kita semua tiba-tiba merasa waktu-waktu kita yang kemarin bikin kaya naik rollercoaster tiba-tiba menjadi normal kembali. Kami pun jadi ingin melakukan banyak hal yang belum pernah kami lakukan. Nah, pas banget kan. Saya yang mau cari pengalaman baru dan teman-teman saya yang ingin mencari kegiatan pembunuh waktu. Intinya, kita jadi berkonspirasi untuk mencari alat pembunuh waktu yang menjadikan waktu lebih berharga :).

Apa saja yang saya lakukan?

1 1 Saya memulainya dengan coba paket Spa di salon. Hohoho. Ya, saya tau mungkin bagi sebagian orang itu hal yang sangat biasa. Tapi bagi saya dan teman saya itu hal yang baru pertama kali kami coba. Kami mencoba paket yang harganya rata-rata –tidak terlalu mahal dan tidak terlalu murah- dan kami mencobanya di salon yang belum pernah kami datangi. Belum pernah. Kami hanya mendapatkan brosurnya, tertarik dengan paketnya, lalu meluncur. :D

2. Saya dan teman saya mencoba ikut kelas yoga. Hiiyyyaaaa,, gaya banget kamii… Jadi ceritanya di universitas kami ada semacam klinik –emm, bener ga ya namanya klinik-. Tapi disana tidak hanya untuk praktik dokter, ada macam-macam paket yang diselenggarakan. Salah satunya kelas yoga ini. Bagian yang paling menyenangkan adalah tidak membayar alias gratis. Yiiippiiieee –sorak sorai nari hula-hula- Begitulah, akhirnya sampai saat ini saya terus mengikuti kelas yoga.

3. Menonton berbagai pertunjukan. Sebenarnya saya termasuk orang yang menyukai pertunjukan-pertunjukan, apalagi pertunjukan langsung –life performance-. Tetapi banyak hal baru yang kami tonton. Contohnya, kami menonton waria-waria lip-sync –bener ngga ya tulisannya? :p- lagu-lagu terkenal sambil joget-joget dengan riasan yang aduhay. Lalu saya juga menonton seorang soprano langsung pake mata kepala saya. Mungkin masih banyak lagi pertunjukan yang saya lihat nantinya. Hohoho

4. Saya pertama kalinya ziarah ke Ganjuran sendiri –maksudnya bareng teman-teman dan tidak bersama orang tua-. Ahahaha. Disana saya hanya berdoa sendiri, makan di tempat makan dekat sana, lalu pulang. Mungkin bagi sebagian orang itu hal yang biasa, tapi –lagi-lagi- bagi saya itu adalah hal yang pertama kali saya lakukan.

Sejauh ini hal pertama kali yang saya lakukan ada hal yang diatas tetapi tidak menutup kemungkinan saya akan mencoba hal-hal lain. Seperti mencoba kursus menari tarian klasik, kursus dansa, kursus menjahit, memasak, merangkai bunga, merias pengantin, kursus bahasa asing, kursus bela diri. Waahhh saya maruk! Ahahahaha. :D

Yah, namanya juga mencoba. Hal tersebut tidak salah menurut saya. Malah bagus untuk tubuh kita sendiri. Ketika saya mencoba hal-hal baru untuk pertama kalinya, saya merasa hidup. Saya merasa debaran jantung saya meningkat, adrenalin pun ikut menggeliat. Saya merasa ada energi positif yang mengalir menuju diri saya sendiri –aseek-. Namun tetap seperti saran orang tua, janganlah mencoba hal baru yang negatif. Contohnya tiduran di rel kereta api, menjatuhkan diri dari gedung lantai 13, negak racun serangga, ngunyah racun tikus. Adoohhh, itu mah namanya bukan mencoba hal baru yang bikin makin hidup tapi mencari kehidupan baru setelah kematian –lho? :p-

Sebenarnya saya sih cuma menyarankan aja, tapi kalau tetap mau mencoba hal diatas ya silakan. Saya bisa apa sih? Ini kan hidup lo, bukan hidup gw. Hehehe :p

Begitulah pengalaman saya. Terapi pertama kali berefek baik untuk kelangsungan hidup saya. Saya menjadi lebih semangat, mata lebih cerah, hidung lebih besar –maksudnya nafasnya jadi lancar-, senyum semakin gemilang, muka pun tampak sumringah. Menurut saya sih, ngga tau menurut orang lain. Hehehe :p

-Ditulis 8 Oktober 2011-

Rabu, 19 Oktober 2011

‘Radio’

Pingin cerita soal diri sendiri nih. Hehehe.

Narsis dikit :p –kaya biasanya ngga,luk :p-

Tadi malam ada seorang teman yang menginap di rumah saya. Seperti yang sudah dapat diperkirakan oleh teman-teman dekat saya, bahwa saya akan mengajak ngobrol dia dari malam hingga ngantuk. Hehehe. Bahkan kata temen saya, baterai saya baru abis jam 3 pagi. Ahahahaha.

Selanjutnya percakapan pun akan dilanjutkan saat bangun tidur, berakhir sampai kita sadar matahari telah mencapai tempat tertingginya dan ketika itulah saatnya kita membersihkan diri alias mandi.

Ya, rekor saya dalam bercerita emang lumayan oke. Saya suka ngobrol sama teman saya seolah-olah besok tidak ada waktu untuk kami mengobrol. Nah, karena alasan itulah saya dijuluki radio. Sesungguhnya ada 2 alasan mengapa saya dijuluki radio :

Rata Penuh1. Saya kalau ngomong susah berhenti kaya radio. Sebenarnya awal mula julukan ini diberikan oleh teman saya. Ceritanya waktu itu saya dan dia berkendara bersama –boncengan- dengan motor dari Jogja ke Solo. Saya bonceng dia. Saat kita pergi ke Solo hari sudah beranjak malam dan tentu saja saat kita pulang dari sana hari sudah benar-benar gelap –jadi kita hanya main ke Solo dan pulang pada hari itu juga-. Semua pengendara pasti merasakan hal yang sama, ketika sudah mulai malam, jalanan sepi, potensi untuk mengantuk pasti besar. Begitu pula yang dirasakan oleh teman saya. Karena saya mengkhawatirkan kemungkinan terburuk, maka saya pun mengajak dia ngobrol sepanjang perjalanan. Sepanjang perjalanan, saya ulangi. Saya terus mengajak ngobrol sampai tempat tujuan dan keesokan harinya ada percakapan antara teman yang berkendara sama saya dengan temannya yang lain.


Teman yang lain (TYL) : “Kemarin ke Solo boncengin siapa?”
Teman yang berkendara (TYB) : “Boncengin Luki. Aku seneng boncengin dia.”
TYL : “Weh, kenapa?”
TYB : “Soalnya dia kaya radio. Ngomong ga berenti-berenti. Jadinya ngga ngantuk. Padahal sebenernya aku ngantuk banget waktu itu.”


Oke, tolong garis bawahi ngomong ga berenti-berenti. Sial. Berasa rem mulut saya ngga berfungsi lagi. :( Tapi ngga papa lah, karena kecerewetan saya dia ngga ngantuk lagi dan tidak terjadi hal yang terburuk dalam berkendara. Hohoho –self justification- :p

Setelah itu setiap kali saya boncengan sama dia dan teman saya yang beda motor ngeluh kalau ngantuk, pasti dia dengan bangga dan entengnya bilang “makanya punya radio dong”. Sambil nunjuk ke arah saya yang duduk manis di belakangnya. Sial.

Dapat ditebak untuk selanjutnya setiap saya mulai cerita, cerita, dan cerita, teman-teman saya yang lain pun ikut nyeletuk “emang bener ya kamu tuh radio”. Terimakasih.

2. Saya kalau cerita terus merasa ada lirik lagu yang nyambung sama cerita saya, biasanya saya lanjut dengan menyanyikan lagu tersebut. Kata temen saya, saya jadi kaya radio berjalan, dimana-mana hobinya nyanyi. Bahkan saya pernah keceplosan nyanyi di depan dosen jurusan lain. Hehehe –maaf, pak- Walaupun saat itu suasananya tidak terlalu formal, namun saya menyanyi di dalam kantor jurusan jurusan lain dan itu di depan dosen yang baru sekali saya temui. Emm… sebenarnya saya hanya menggumam aja nyanyinya tapi menurut teman saya yang ikut menemani saya itu sudah memalukan. Hehehe. Saya sih ngga gitu berasa. :p

-ceritanya ini saya, si radio :p-

Yaaa, seperti itulah sekelumit kisah tentang saya. Dijuluki radio berjalan merupakan salah satu penghargaan. Paling tidak saya bisa menghibur orang lain dengan ocehan-ocehan ngga mutu yang keluar dari mulut saya. Walaupun kadang saya juga berdoa, semoga teman-teman saya ngga jadi bosan dan bête dengan cicicuit saya. Hohoho.

-ditulis tanggal 2 Oktober 2011-

Senin, 17 Oktober 2011

Friendster?

Beberapa hari yang lalu saya buka-buka account friendster saya. Nostalgia ceritanya.

Biarpun banyak yang mengatakan friendster ketinggalan zaman, tapi saya ingat kala itu, mungkin sekitar 8 tahun yang lalu –buzet,lama juga yak- pertama kali saya mulai mengikuti jejaring sosial, jejaring sosial yang saya pilih adalah friendster.

Hufftt –ceritanya flash back-, waktu itu kelas 2 SMP –kalau ngga salah- teman-teman saya sudah banyak yang heboh dengan friendster. Awalnya saya sebodo amat. Ngga tertarik pendeknya. Tapi lama kelamaan kayanya ngga salah juga kalau saya coba-coba ‘main’ friendster. Selanjutnya bisa diduga, saya membuat account email baru –karena yang lama saya ngga suka alamatnya :p- dan membuat account friendster. Aseek dah. Maka resmi dimulailah petualangan saya di dunia maya. –cielah-

Ternyata saat saya punya account friendster ini saya sempat ikut-ikutan menulis di fasilitas blog yang tersedia di friendster. Saya masih ingat benar waktu itu saya ngga benar-benar ingin menulis tapi karena kejadian yang lebih tepat disebut malapetaka menghampiri hidup saya, maka saya memutuskan untuk menulis di fasilitas blog tersebut.

Singkat cerita pada waktu itu saya kecopetan dan handphone saya hilang. Saya merasa perlu memberitahu teman-teman saya bahwa hape saya hilang –sok eksis banget ya saya :p-.

Itulah awal saya menulis blog sebenarnya.

Saat kemarin saya membuka account friendster saya, saya agak terkejut melihat postingan pertama saya. Mari kita tengok bersama…

SeDiH bgD neH Gw….

TgL 8 kMaRen.. HP gw iLan9…….

gw keCOpetan wakTu nTu…

TmaN2 kuw… kTa ga bisa smsAn lage decH….

YasuwdaHlagH…. meman9 sudaH taQdir hidUp gw…..

He…He…..

10 september 2005

Oke, saya ngga bisa memungkiri bahwa ternyata dulu saya kalo nulis ngga jauh beda dengan anak-anak yang disebut alay saat ini. –menatap nanar ke lantai kamar-

Ternyata saya mantan alay ya? Ternyata saya…

Oke, sesungguhnya saya shock sendiri. Hahaha.

Tapi kalau diingat kembali, zaman dulu emang nge-tren tulisan gede kecil dan terkadang saya juga suka memakainya. Hahahaha :D –ngeles-

Tapi memang saya tidak mencampurkan semua angka dengan huruf, saya cuma suka mengganti hurug g dengan angka 9 dan mengganti huruf O dengan angka 0 (nol). Kelihatan lucu aja waktu itu. Makanya jujur saya ngga tega ngatain anak-anak sekarang alay cuma dari cara dia nulis. Saya lebih tega ngatain orang alay kalau emang secara sesungguhnya dia kaya anak layangan –alias anak yang kebanyakan main layangan- plus orang yang pake dandanan tidak tepat pada tempat dan waktunya. Hohohoho.

Kembali ke nostalgia friendster, saya kadang suka sedih liat friendster yang sudah tidak ada yang menjamah lagi. Keberadaannya digantikan oleh Facebook dan Twitter. Kadang saya suka nostalgia, liat-liat apa yang ada di dalam friendster saya dulu, sekedar mengenang apa saja yang pernah terjadi di masa lalu saya. –cielah-

Hayoo, jadi kangen sama account friendster mu tidak?

Udah ditengokin gih… :p

-ditulis tanggal 30 September 2011-