Senin, 22 April 2013

Berkilo-kilo di Probolinggo

Bromo bukanlah destinasi terakhir

Setelah memutuskan untuk membohongi mas supir dan mas tour travel bahwa kami akan langsung ke stasiun, kami pun memulai petualangan di kota Probolinggo.

Hal pertama yang harus dicari, penginapan.

Sedikit bercerita, sebenarnya tour travel yang kami pakai kemarin itu baik dan bertanggungjawab. Mereka mengantarkan kami benar-benar sampai stasiun setelah tahu bahwa kami memutuskan untuk langsung pulang. Tapi yaa karena kami udah kepalang males dan bête, jadi yaa maafkan kami karena memilih untuk meninggalkan kaliaann.

Lanjuutt, kami penasaran kepingin cari penginapan yang direkomendasikan bapak supir. Hotel Rela Hati. 

Katanya sih di seberang stasiun ada alun-alun, nah di deketnya ada Masjid. Di samping Masjid itu hotel Rela Hati-nya. 
Cari-cari, Masjidnya sih ada, tapi kok ngga ada tanda-tanda bangunan berupa hotel. 
Ini hotelnya kemanaa?
Malu bertanya ngga nyampe-nyampe, maka bertanyalah kami ke ibu penjual es buah di alun-alun.

Saya : Ibu, ibu tau hotel Rela Hati?

IPEB (Ibu Penjual Es Buah) : Hotel rela hati? Hotelnya kan udah dihancurkan mbak.

Saya : Oh iya ya bu, (dalam hati bergaung nyanyian ‘Rela relaaa rela aku relaakaann’) kalau penginapan dekat sini ibu tahu?

IPEB : Emmm dimana ya? Oya, di jalan sana ada mbak tapi saya lupa. Coba mbak lurus sampai lampu merah, nah disana tanya lagi aja mbak.

Saya : Oh iya bu, makasii.

Bertiga rasanya pingin ngakak tapi ngga sanggup karena udah capek. Ternyata di sebelah Masjid memang ada bekas bangunan yang sudah dihancurkan tapi manalah kami tahu kalau itu hotel yang kami cari-cari. Yaudaahh itulah nasib. Saatnya mencari penginapan lain.

Sesuai saran ibu penjual es buah, kami pun berjalan sampai lampu merah, eh ngga tahunya di dekat lampu merah ada Indomart, jadilah kami membeli minuman terlebih dahulu dan sekalian bertanya kepada mbak kasir.

Mbak kasir mengatakan sebuah arah jalan, jadi lurus sampai lampu merah nanti belok kanan, lanjut sampai pertigaan belok kiri, luruuss terus nanti di kiri jalan ada hostel Dharma. 
Yaa ngikut aja deh sama petunjuk.
Jalan jalan jalan, liat kanan kiri, ketawa-ketawa ngga jelas, kami akhirnya sampai di plang Hostel Dharma. 

Hostel ini terletak di Jalan Wahid Hasyim. Kami pun masuk dan mencari dimana resepsionis berada. Ternyata kami salah pintu, kami lewat pintu belakang. Hehehe.

Ealaahh kami juga pake acara ngelewatin kamar-kamarnya dulu. Dan kami melihat kamarnya lumayan bagus, bersih, kamar mandi dalam. 
Duhh, harganya berapaa yaa?
Kami akhirnya sampai di meja resepsionis dan kami melihat ada tempelan di meja resepsionisnya.
Kepolah kami tulisannya apaan dan girang lah kita. 

Kenapa kita girang?

Tulisannya doong.

2 Single Bed + AC : Rp 90.000,-
2 Single Bed + Kipas Angin : Rp 60.000,-

Apppeeeuuuu bangeeettt kaaannn??

Langsung deh 3 cewek-cewek lucu yang aslinya manja ini berpikir “AC aja phoo yaa?” Huahahahahaha. 

Siapa bilang kita backpacker? 

Siapa? 

Siapa? 

Siapa? 

:p 

:p

Terus kita bertanya deh, kalo kipas angin dimana kipasnya, kaya gimana. 
Terus kalau bertiga nambah berapa.
Keputusannya adalah : Kamar AC plus nambah uang buat satu orang, total 110 ribu = 90 rb kamar, 10 rb tambahan orang, lalu PPn 10%.

Muka senang pegang kunci AC, sampaii kamar…

Kok kok kok AC nya ngga nyalaa?

Appaahhh?

Mati listrik??

Tidaaaakkkkk

Kita kepanaaasaaannn

Kita kecapekaannn

PLN,, mengertilaaahhhh

Sumpah ya, ternyata semandiri-mandirinya wanita tetaplah wanita. 
Sekalinya rewel ya tetep rewel. 
Namanya kepanasan kecapekan, butuh AC atau setidaknya kipas angin eh mati listrik itu bener-beneerrr…

DISASTER


Huks.

HUKS HUKS HUKS HUKS

HUUUUUAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA

PAAANNNNNAAAAAASSSSSSSSSSSSSSSSSSSSS

Oke, cukup.

Saatnya move on.

Kami harus melihat masa depan.

Apakah planning kami selanjutnyaa?

Saya dan Nilam kepingin nyari Gereja buat misa Minggu Palma yang jatuh hari ini. Dan kami juga tetep kepingin ngeliat Pantai Bentar, yang katanya cuma 5 km-an dari pusat kota. Yaaahh, feeling kami ngga jauh lah yaa dari tempat kami menginap sekarang.

Siap-siap dan lanjut mau cari Gereja.

Katanya sih jalan kaki bisa, atau naik becak.

Cukup jalan kakinya, kami memilih naik becak :).

Cari becak ngga sulit kok di kota ini, ngga ngoyo nawar kami pilih bertiga 10rb dan langsung capcus.

Ternyata kita cuma diantar ke Gereja Merah, yang adalah Gereja Kristen. 
Salah Gereja -__-. 

Kami masih harus berjalan kurang lebih 500 meter untuk sampai ke Gereja yang kami inginkan. 
Gerejanya baguuss tapi udah ngga ada misa sore. 
Huaaaaa. 
Ngga ke Gereja deh, maaf Tuhan :(

Gereja di Probolinggo
Patah hati ini mengantarkan kami untuk berdoa saja di Gereja dan memulai perjalanan lagi. 

Kami ngga pingin langsung pulang ke hostel sih, kami memilih untuk cari makan dulu, emm minimal es buah deehh. 
Panaaasss, dehidrasi nii. Hohoho.

Sebelum ketemu penjual es buah, mata saya tertumbuk ke Museum Kota Probolinggo. 
Iyaa, saya emang banci museum, langsung deh saya merengek-rengek minta kesana :D. 
Dan, dikabulkan. Hahahaha.

tampak depan dari Museum
contoh miniatur (tapi kok gede ya?) di Museum

Kami masuk museum, ternyata gratis. Liat-liat di dalam. Museumnya secara garis besar kaya campur-campur gitu isinya. Tentang sejarah, ada beberapa diorama, ada kereta kerajaan gitu, sampai ke contoh kereta dan pesawat. Juga ada beberapa sejarah nama-nama jalan di Probolinggo serta cerita tentang beberapa etnis yang mendiami kota ini. Dokumentasi sedikit, kami langsung menujuu

ES BUAH :)

Tepat di seberang museum ada es buah dan kami liat cuma ada siomay di sebelahnya. 
Perut sesungguhnya meronta, kami lapar.
Yaudah, pesan es buah dulu sambil mengganjal. Iseng kami tanya sama ibu penjualnya dimana warung yang jual makanan berat, seperti nasi. Jawabannya sungguh membuat patah hati [lagi]. 
Gimana ngga, katanya kalau hari libur, apalagi minggu, jarang ada yang jualan makanan. Biasanya malah hari kerja ramenya. 

Ntah karena muka kita yang udah kaya kucing ngga dikasih makan dan memelas, eh tiba-tiba ibunya bilang “Mau saya lihatin ke dapur belakang? Mungkin masih ada rawon. Mau?”

Rasanya ingin berteriaak “Maaaaaauuuuuuuuuuuu.”

Iyaa, kami berakhir makan rawon dan es buah di pinggir jalan. Bayangin rawonnya bener-bener dibawain sama ibunya, udah lengkap. Rawon, tempe, kerupuk, plus sendoknya!
Ulalalaaaa, doa kami selalu menyertaimu, bu :)

Kenyaaangg, kembali jalaan, cari becak!
Ahahahaha

Belum selesai sesi manjanya, kami pingin naik becak lagi. Mengingat juga nanti kami masih mau ke pantai, takutnya pake acara jalan jauh lagi, makanya kami memilih cari becak.

Lamaaaa, jaauuuhhh.

Akhirnya ketemu becak dan kembali ke hostel.

Dan, masih mati listrik -____________________-“

PLN, bersahabatlah.

Tapi kami capek. Kami butuh rebahan sebelum menuju petualangan selanjutnya. Oleh sebab itu kami pun rebahan dengan peluh bercucuran. Untung air di kamar mandi masih nyala.
Bobo bobo ayam selesai. Kami langsung menuju ke Pantai Bentar.

FYI, listriknya nyala beberapa menit sebelum kami siap-siap untuk pergi ke pantai.
Eng ing eng banget yak!
Yaudah deh, supaya ngga kehilangan moment kami nyalain aja AC-nya, biar pulang-pulang udah dingin :p.

Naik angkot dari depan hostel 3ribu sampai perempatan, lanjut naik mobil gede macam bison sampai pantainya.

Nah, disini ni kesabaran kami kembali diuji. Masa waktu naik bison Nilam ngasi 6 ribu –uang pas- untuk bertiga dan kata keneknya “kurang 2 rb”

Heemmmm smell something [again] here

Woooyyyy sini tuh bertiga, masa ongkosnya 8rb?? 
Satu orang berapee?

Tapi kita terlalu lugu plus takut untuk melawan, hanya pikiran yang berkecamuk, dan sumpah serapah yang berbisik.

Iniii kota apaa siiihhh? Kok orang-orangnyaa gituu? >.<  

1 komentar:

  1. Mba mau tanya, dr hostel ke pantai bentar nomor angkutan umumnya brp aja ya?

    BalasHapus