apa aku baik2 saja? aku berharap tidak menambah air hujan ini dengan air yang keluar dari kelenjar mataku
Air mataku sudah menggenang di pelupuk mata. Tapi aku tidak mungkin menangis disini. Di sekeliling teman-temanku dan diantara banyak orang yang sedang berkumpul dalam keriaan. Aku harus terlihat baik-baik saja dengan keadaan yang tidak baik-baik saja. Sistem yang pernah aku jalani bersamamu benar-benar membuatku harus beradaptasi ketika sistem itu harus dicabut dari hidupku.
biru rindu di relung kalbuku ini tdk dpt disangkal, rasa sesak ini jg nyata tapi jarum jam yg melangkah pergi jg bkn halusinasi
Aku tidak bisa berbohong. Hujan ini benar-benar seperti proyektor kenangan. Rindu yang bulan-bulan lalu sudah berhasil aku enyahkan mendadak hadir kembali. Kenangan yang sudah kukunci rapat di hati mendadak menggedor pintu relung hati. Aku kangan padamu. Tapi aku tidak bisa kasih tau kalau kamu masih ‘disini’. Mungkin kamu tidak tau dan tidak pernah tau. Tapi memang ini akan jadi rahasia antara aku dan hatiku. Kalau angin mala mini membawa rasaku padamu, mungkin kamu tidak akan merasakannya karena kamu tidak mengacuhkannya. Tetapi satu yang kembali kuingat ini rasaku bukan rasamu. Aku pun bertanya dalam desau bayu. Apa harus aku mengejarmu di depan sana? Atau mungkin mengirimkan pesan singkat agar kau menengokku di belakang? Tidak. Jarum jam ini mengingatkanku akan satu hal yang pasti. Waktu-waktu yang sudah kita lalui memang sudah kita lalui. Sekarang jalan kita sudah berbeda dan ketegasan akan perasaan lah yang harus kupilih.
ak mrasa hrs memulai lg dr awal,smua wkt yg beranjak diblakangku sama sekali tdk berlalu di duniaku
Kenapa kamu tidak tenggelam dalam duniaku? Kenapa kamu masih ada disana? Kenapa aku masih disini? Kenapa aku ngga amnesia aja? Waktu saja begitu jauh pergi, mengapa aku tidak bisa mengikutinya? Kenapa duniaku seakan berhenti pada hujan di tahun lalu?
mgk hujan memang turun utk mengingatkanku bhw wkt tlah berlalu dan akn trs berlalu, mengapa ak tdk branjak prg?
Yah, aku salah melihat. Hujan bukan untuk memproyeksikan semua kenanganku. Dia hadir untuk menamparku dengan caranya yang paling halus. Dia mengingatkanku pada waktu nyata yang telah berlalu. Tidak ada gunanya memakai jam yang habis baterainya. Aku hanya akan berada dalam waktu yang sama. Terjebak dalam kenangan yang seharusnya dibawa sambil melangkah pergi. Hujan datang untuk mengingatkanku akan masa depan yang harus aku jalani, bukan untuk mengingatkanku akan apa yang telah aku lewati.
mengejar alunan waktu yg semakin menjauh, kutarik nafasku, dan kuseret langkahku, tiada yg mudah saat ini
“Semua ini bukanlah semudah membalikkan telapak tangan.” Sahutku pada hujan.
Aku tidak bisa benar-benar berlari untuk meninggalkan tempatku ini. Aku tau aku sudah diusir paksa dari ruang kenangan ini tapi aku tak bisa berdusta bahwa kakiku berat, dengkulku nyeri, dan aku harus menyeret semua yang aku punya ini agar bisa melangkah dengan pasti.
tapi smoga seiring musim hujan yg kmbali menyapa, ak bs slalu ingat untuk mengangkat kakiku dengan perlahan tp pasti
Tak ada yang abadi, juga hujan ini. Hujan ini bisa datang bisa pergi. Begitu juga semua serpihan adegan kehidupan yang telah kujalani. Mereka semua datang dan pergi dan aku tidak punya kuasa untuk tinggal di suatu tempat. Walaupun vertigo kenangan ini selalu ada, walau air mata sering memaksa keluar, atau hujan kembali tiba, aku tidak bisa terus-menerus ada di tempat yang sama.
“Kalau semua orang sudah pergi, mengapa aku masih disini?”
Jadi, bolehkah aku melangkah dengan hujan?
-tamat-
-ditulis tanggal 25 Oktober 2011-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar