Jumat, 30 Desember 2011

Percakapan Dua Gelas Susu (2)

”Kok, masi panas ya?” Tanyamu dengan sedikit cemberut.

”Kan udah dibilangin, minumnya dikit-dikit aja. Diseruput. Kalau haus, nih aku punya air putih.” Kataku sambil menyodorkan tempat minumku.

”Hehehe. Iya.” Jawabmu.

”Terkadang kita tidak bisa meminum mimpi. Tapi mungkin kita bisa menyeruput mimpi. Dan ngga salah kok, mencoba yang lain terlebih dahulu. Kalau mimpi itu memang realitamu di masa depan, kamu pasti bisa meraihnya. Tapi jangan lupa juga kalau mimpi identik dengan fatamorgana. Oasis di mata tapi tidak nyata. Kamu mau terus berfatamorgana? Berilusi?”

”Kamu ngomong apa sih, luk? Ga nyambung.” Sahutmu.

”Lupa kalo kamu oon.” Jawabku ogah-ogahan.

”Emang aku ga boleh punya mimpi ya? Ga boleh punya angan-angan?” Tanyamu.

”Boleh. Itu yang membuat kamu hidup. Tapi kadang overdosis itu bisa juga merangsang kematian. Begitu pula mimpi. Aku terkadang lebih suka membuang mimpi yang emang percuma buat disimpen. Kalo ternyata aku berjodoh sama mimpi itu, anggap aja nilai plus. Kalo ternyata sampe akhir hayat aku dan mimpiku bagaikan dua rel kereta api yang tak bersatu, anggap aja itu bunga kehidupan. Mimpi itu bunga kehidupan, cantik tapi banyak durinya, jadi harus hati-hati.”

”Kamu kenapa sih, luk? Segitu abis patah hatinya sampe ngomongnya pun ngaco?” Tanyamu heran.

”Hahahaha. Lagi pingin bilang ke diri sendiri supaya bisa ’move on’ dan mungkin pingin ngajak satu temenku ini buat ikutan bareng sama aku. Tertarik?”

”Susunya udah dingin, kedinginan nih kelamaan ngobrol.” Katamu tiba-tiba.

”Yaudah, gek diminum, nyeng.”

”Ngga tau luk, kok kayanya aku perlu waktu buat mencerna kata-katamu ya?” Lontarmu tiba-tiba sambil menunduk memainkan sendok susu.

”Aku tau kapasitas otakmu dan seberapa keras hatimu. Aku ngga maksa kamu untuk ikut bareng aku atau sekedar mengingat percakapan kecil kita ini. Tapi kamu tau, aku Cuma pingin liat kamu baik-baik aja. Dalam arti kamu bisa mencoba banyak hal baru, berteman dengan banyak orang, cari pengalaman sebanyak-banyak, ngga usah ingat-ingat mimpi itu dengan menyapanya atau berharap bertemu dengannya. Kadang kamu harus berusaha keras agar tidak selalu menganggap dia pilarmu dan jika ada yang menawarkan pilar lain, cobalah kamu telisik dulu. Kalo cocok ambil, kalo ngga ya ga usah dipaksa. Kamu masi mau nangis buat dia? Sekali-kali aja deh, kasian juga tuh paru-parumu. Nangis kan bikin sesek.”

”Hehehe. Kok kamu tau aku masih sering nangis. Aku kan ga pernah cerita.” Tanyamu.

”Wooyyy, lo lagi ngomong sama manusia, bukan robot. Gue juga punya hati punya rasa kalee. Kamu tahu? Aku juga kadang masi nangis kalau ingat ’dia’, bertanya kenapa aku ga dikasih waktu lebih panjang buat nemenin dia, injury time gtu. Masih nangis saat ingat semua yang pernah kita lewatin sama-sama. Tapi aku coba sebisa mungkin untuk ngga nangis sering-sering, mulai mencoba menggaungkan namanya di dalam hatiku biar terasa lebih rileks dan biasa aja. Perlahan membuang mimpi yang pernah aku rajut dengan namanya sebagai benang. Perlahan-lahan. Sakit memang tapi aku harus ’move on’.”

”Kalau ternyata dia memang jodohmu? Kamu akhirnya berakhir dengan hidup bersamanya?” Tanyamu dengan mata yang tak berkedip.

”Kaya yang aku bilang tadi, itu nilai plus. Berarti emang dia adalah susu panas buatku. Tapi dari pada aku terus nangis dan ngga ngapa-ngapain, mending aku keluar dari tangisan itu, cari hal baru dan mungkin ’susu’ yang lain. Kalau aku tidak berhasil dengan susu yang lain itu, ya ga papa yang penting aku tidak terjebak hanya dengan dia seorang. Kadang susu yang kita dapatkan memang tidak sama. Tapi mencoba beragam susu itu ngga salah. Koleksi rasa. Makin banyak, makin lengkap deh kafe kehidupan kita.”

”Aku ngga tau, luk.” Katamu lirih.

”Kamu harus tau. Yang ngga perlu tahu itu aku. Ngga masalah kalo kamu ngga mau cerita sama aku, tapi kamu harus cerita sama dirimu sendiri. Mensinkronkan hati dan otak. Udah habis susunya? Pulang yuk, udah jam 11 lewat aja nih. Kasian sama yang nungguin kamu di kost”

”Yuk.” Jawabmu singkat.

Lagi-lagi aku memojokkannya. Duh, mulut ini ngga bisa dijaga deh. Kasian deh anak orang ini. Setelah hari ini mungkin dia ngga akan cerita apa-apa lagi soal mimpinya. Mungkin sebel karena selalu dan selalu aku marahin karena aku ngga suka. Kenapa juga aku suka amnesia kalau setiap orang itu berbeda. Aku dan dia berbeda. Yasudahlah, kalau memang setelah ini dia ngga bicara soal itu lagi dan ngga curhat ke aku ga papa lah. Yang penting dia baik-baik saja. Emm aku harap dia baik-baik saja untuk menyongsong tahun baru ini.

”Udah sampe.” Kataku.

”Makasi ya, luk. Kapan-kapan kalau ada film gratisan ajak aku lagi ya.” Pintamu.

”Dasar mental gratisan! Oke, tidur sana.” Jawabku.

”Kaya kamu ngga aja. Daahhh. Hati-hati yaa...”

Aku gas motorku melaju di tengah dinginnya kota Yogyakarta. Jalanan mulai sedikit lenggang dan mungkin juga hatiku. Ingin rasanya membuat ia keluar dari lingkaran ’susu panas’ nya tapi itu hidupnya bukan hidupku. Apapun yang ia pilih, ia yang mengerti semua konsekuensinya. Dan aku. Iya, tugasku Cuma satu. Aku tetap akan ada di sampingnya sebagai temannya. Sampai kapan? Ntahlah, hanya penulis skenario kehidupan yang tahu.

-kado tahun baru untuk seseorang yang selalu kujemput setiap pagi selama hampir 3 tahun. Mungkin ini kado yang paling menyebalkan. :p-

Kamarku, 30 Desember 2011

Nb: It is the right time to move on, I think. :)

Jika ternyata kita sampai di tempat yang sama, setidaknya kita sudah pernah berpindah tempat untuk melihat orang baru dan mencoba susu yang baru. :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar