Rabu, 21 September 2011

Bakteri Pengurai Perasaan

Setelah vaksin patah hati, sekarang bakteri pengurai perasaan –tsaah-.
Gaya banged saya. :) Orang biologi harus berterimakasih ni, saya berikan peer baru buat kelangsungan bidang ilmunya. Hahahaha –ngawur-

Kenapa mendadak bakteri pengurai perasaan?
Tentu ini semua berakar dari cerita hidup saya –ingat, blog saya kan namanya ceritaku bukan ceritamu :p-

Saya akui saya adalah manusia yang pengecut. Yap, pengecut. Sangat pengecut.
Bukan tipe orang yang berani ngomong blak-blakan. Banyak yang dipikirin, takut perasaan orang lain terluka dan bla bla bla. Yang kata temen-temen saya itu ga penting dan masokis sama perasaan saya sendiri :p. Saya sering membiarkan masalah-masalah terutama masalah cinta –cielah- berlalu begitu saja tanpa orang lain tau perasaan saya. Pengecut sekali bukan?

Saya punya teman, –kok kaya bait lagu ya?- dia punya keberanian yang besar untuk mengungkapkan isi hatinya terutama masalah cinta –cielah-. Dia bisa blak-blakan ngomong sama cowo yang dia suka tentang perasaannya. Cowo itu bisa tau perasaannya dan menurut saya dia ksatria. Dia ngga pengecut seperti saya. Dia bisa ngomong dengan gamblang. Dia ngga menyimpan rasanya itu sendiri. Dia berani mati istilah ekstrimnya. Dia ngga takut untuk mengungkapkan semua yang ada di hatinya dan mungkin sebenarnya manfaatnya lebih besar.

Saya mengerti dengan baik menyimpan semua ini hanya seperti menyimpan duri dalam daging. Kecil si durinya, tapi kalo nusuk-nusuk tiap hari juga sakit kan? :(
Dan saya yang pengecut ini hanya bisa berdoa, seandainya saja ada bakteri pengurai perasaan yang bisa menguraikan perasaan saya. Seandainya ada bakteri yang menolong saya untuk menguraikan duri ini, pasti rasanya jadi nyaman.

Menguraikan rasa menjadi kata.

Karena ketika rasa berubah menjadi kata, semua orang bisa mengerti, semua orang bisa memahami. Dan kalau sebelumnya saya sakit sendiri, sekarang saya bisa membiarkan orang yang telah membuat saya sakit menjadi mengerti apa dampak dari perbuatannya pada saya. –tsaah-

Yah, semua ini memang sulit bagi saya. Andaikan bisa, ingin saya menatap wajahnya dan kalimat-kalimat yang ada di dalam hati saya dapat dia baca. –oke, itu ga mungkin. Bahkan Doraemon aja belum punya alatnya-
Mungkin saya merasa terlalu berbelit-belit isi pikiran saya. Terlalu banyak yang ga perlu dipikir tapi saya pikirkan. Fiuh. Sukanya cari-cari kerjaan si. Hehehe. :p

Saya sering berpikir perasaan saya terkadang seperti more than words –lagunya Extreem- dan saya masih berusaha mencari bakteri pengurai yang bisa menguraikan rasa menjadi kata :).

30 Mei 2011 –pagi yang cerah, dalam masa penantian-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar