“How far should you go?”
Bukan, dosen saya bukan supir angkot atau dosen tentang transportasi yang nanyain mau kemana, sejauh mana. Bukan kok. Jadi, waktu itu ada satu mata kuliah yang menerangkan bagaimana suatu brand sebaiknya menempatkan posisi di benak konsumennya. Seberapa dalamkah dia sudah ada di benak konsumennya dan sejauh apakah dia bisa dan seharusnya melangkah untuk lebih mendekati konsumennya. Ya, itu sekilas tentang arti sesungguhnya dari sebaris kalimat diatas. Tapii, yang mau saya sampaikan jauh berbeda.
Saat mendengar sebaris kalimat tersebut, pikiran saya langsung menerawang dan merasa bahwa kalimat tersebut sarat makna –cielah-. Saya jadi merasa bahwa bukan hanya brand saja yang perlu memikirkan kehidupannya ke depan tetapi juga kita. Kita pasti dan sangat pasti perlu memikirkan kehidupan kita ke depan. Pikiran saya pun ikut melayang di siang hari yang panas itu. Saya berpikir “iya juga ya, kok saya ga pernah mikir sekarang posisi saya dimana dan sejauh apa saya ingin melangkah.” Saya mulai larut dalam angan-angan saya sendiri.
Saya termasuk orang yang punya banyak impian. Punya banyak hal yang ingin dicapai ketika waktu masih berpihak pada saya. Saya ingin kuliah saya bisa selesai, pingin bisa ngerasain kerja, pingin sekolah lagi pake biaya sendiri, pingin punya toko fotokopi –serius lho, rasanya seru aja :p-, pingin jalan-jalan ke luar negeri, pingin nonton broadway, dan dan banyak lagi hal-hal yang berkecamuk di angan-angan saya. Lalu saya pun berpikir mungkin ngga sih saya mencapai semuanya? Mungkin ngga sih mimpi itu berubah menjadi hal yang nyata? Mungkin mungkin… -boleh kok sambil nyanyi, Mungkinkah-nya Stinky-
Banyak orang yang mengatakan jangan berhenti bermimpi, pasti nanti mimpimu akan kesampaian. Emm… ngga salah sih. Tetapi saya lebih senang ketika kita bisa memilah mimpi kita sendiri dan perlahan-lahan mewujudkannya secara sadar. Ketika kita sudah sadar kita ada dimana, kita bisa memperkirakan sejauh mana kita sebaiknya melangkah. Kalau memang ada beberapa langkah yang harus kita tempuh terlebih dahulu, tempuhlah, rasakan perjalanan kehidupan itu dan biarkan semuanya berjalan apa adanya. Namun tetap kita harus ingat mimpi tersebut dan bertanya ke diri kita apakah ini titik akhir sebuah perjalanan? Apakah kita sudah siap dengan perjalanan baru? Apakah kita masih harus terseok-seok menuju satu titik yang lain?
Kalimat diatas itu juga membuat kita ingat untuk tidak ngoyo dalam menjalani hidup dan mewujudkan mimpi. Mengingatkan kita agar tidak terlalu ambisius dan lebih realistis. Ambisius itu baik, tapi kalau berlebih juga tidak dianjurkan. Kita bisa refleksi diri sendiri bagaimanakah kemampuan kita dan sejauh apa mimpi kita. Hemmm… saya juga jadi ingin refleksi diri. Hehehe
Kadang saya juga ngga sadar bagaimana hidup yang sedang saya jalani. Bagaimana saya harus menjalaninya. Serta pertanyaan bagaimana-bagaimana yang lain. Tetapi sungguh hanya dengan satu kalimat diatas saya jadi berpikir ulang tentang banyak hal. Bukan hanya mimpi yang jauh-jauh tapi juga sesederhana memikirkan perjalanan cinta –cielah-. Yaa, banyak hal bisa kita pikirkan kembali dengan satu kalimat sederhana :p.
Udah ketemu jawabannya? :p
Kalau saya sih, masih terus berusaha mencari… hehehe :p
-ceritanya saya lagi melangkah mencari jawaban-
So, let’s ask to ourselves “how far should I go?”
-ditulis 10 Oktober 2011-