Selasa, 25 Oktober 2011

How Far Should You Go?

Banyak yang mengatakan bahwa kuliah itu membosankan. Banyak yang lebih rela untuk meninggalkan kelas dalam kuliah untuk mengikuti kegiatan-kegiatan lain yang katanya lebih ‘berisi’ –emangnya badan berisi-. Saya juga bukan salah satu orang yang mencintai kuliah dengan seluruh jiwa raga saya. Saya ngga munafik. Kadang saya merasa capek, bosan, dan mengantuk di dalam kelas. Tetapi kadang juga saya sering mendengar sepatah dua patah kata dari dosen yang cukup mengena dan inspiring untuk saya telaah lebih lanjut. –cielah, prolog saya panjang bener yak? :p-

“How far should you go?”

Bukan, dosen saya bukan supir angkot atau dosen tentang transportasi yang nanyain mau kemana, sejauh mana. Bukan kok. Jadi, waktu itu ada satu mata kuliah yang menerangkan bagaimana suatu brand sebaiknya menempatkan posisi di benak konsumennya. Seberapa dalamkah dia sudah ada di benak konsumennya dan sejauh apakah dia bisa dan seharusnya melangkah untuk lebih mendekati konsumennya. Ya, itu sekilas tentang arti sesungguhnya dari sebaris kalimat diatas. Tapii, yang mau saya sampaikan jauh berbeda.

Saat mendengar sebaris kalimat tersebut, pikiran saya langsung menerawang dan merasa bahwa kalimat tersebut sarat makna –cielah-. Saya jadi merasa bahwa bukan hanya brand saja yang perlu memikirkan kehidupannya ke depan tetapi juga kita. Kita pasti dan sangat pasti perlu memikirkan kehidupan kita ke depan. Pikiran saya pun ikut melayang di siang hari yang panas itu. Saya berpikir “iya juga ya, kok saya ga pernah mikir sekarang posisi saya dimana dan sejauh apa saya ingin melangkah.” Saya mulai larut dalam angan-angan saya sendiri.

Saya termasuk orang yang punya banyak impian. Punya banyak hal yang ingin dicapai ketika waktu masih berpihak pada saya. Saya ingin kuliah saya bisa selesai, pingin bisa ngerasain kerja, pingin sekolah lagi pake biaya sendiri, pingin punya toko fotokopi –serius lho, rasanya seru aja :p-, pingin jalan-jalan ke luar negeri, pingin nonton broadway, dan dan banyak lagi hal-hal yang berkecamuk di angan-angan saya. Lalu saya pun berpikir mungkin ngga sih saya mencapai semuanya? Mungkin ngga sih mimpi itu berubah menjadi hal yang nyata? Mungkin mungkin… -boleh kok sambil nyanyi, Mungkinkah-nya Stinky-

Banyak orang yang mengatakan jangan berhenti bermimpi, pasti nanti mimpimu akan kesampaian. Emm… ngga salah sih. Tetapi saya lebih senang ketika kita bisa memilah mimpi kita sendiri dan perlahan-lahan mewujudkannya secara sadar. Ketika kita sudah sadar kita ada dimana, kita bisa memperkirakan sejauh mana kita sebaiknya melangkah. Kalau memang ada beberapa langkah yang harus kita tempuh terlebih dahulu, tempuhlah, rasakan perjalanan kehidupan itu dan biarkan semuanya berjalan apa adanya. Namun tetap kita harus ingat mimpi tersebut dan bertanya ke diri kita apakah ini titik akhir sebuah perjalanan? Apakah kita sudah siap dengan perjalanan baru? Apakah kita masih harus terseok-seok menuju satu titik yang lain?

Kalimat diatas itu juga membuat kita ingat untuk tidak ngoyo dalam menjalani hidup dan mewujudkan mimpi. Mengingatkan kita agar tidak terlalu ambisius dan lebih realistis. Ambisius itu baik, tapi kalau berlebih juga tidak dianjurkan. Kita bisa refleksi diri sendiri bagaimanakah kemampuan kita dan sejauh apa mimpi kita. Hemmm… saya juga jadi ingin refleksi diri. Hehehe

Kadang saya juga ngga sadar bagaimana hidup yang sedang saya jalani. Bagaimana saya harus menjalaninya. Serta pertanyaan bagaimana-bagaimana yang lain. Tetapi sungguh hanya dengan satu kalimat diatas saya jadi berpikir ulang tentang banyak hal. Bukan hanya mimpi yang jauh-jauh tapi juga sesederhana memikirkan perjalanan cinta –cielah-. Yaa, banyak hal bisa kita pikirkan kembali dengan satu kalimat sederhana :p.

Udah ketemu jawabannya? :p

Kalau saya sih, masih terus berusaha mencari… hehehe :p

-ceritanya saya lagi melangkah mencari jawaban-Rata Penuh

So, let’s ask to ourselves “how far should I go?”


-ditulis 10 Oktober 2011-


Minggu, 23 Oktober 2011

Terapi Pertama Kali

Kalau dilihat-lihat sepertinya tulisan saya yang kemarin-kemarin selalu mengacu pada satu-lelaki-yang-memberikan-banyak-arti-dalam-hidup-saya. Bahkan terlalu banyak arti, sampai-sampai yang menyakitkan juga dia berikan kepada saya. Hohoho. Selanjutnya seperti manusia biasa dia lalu melangkah pergi dan saya disini harus ekstra memperkuat daya tahan diri saya sendiri. –pake ikat kepala- Fiuh.

Tetapi tak mengapa. Sungguh, tak mengapa. Saya kuat kok –padahal dalam hati tangisannya ngalahin derasnya Tawangmangu dan rasanya pingin garuk-garuk tanah-. Yah, saya akui saya harus mengembalikan semangat dan rasa gembira saya yang sempat direnggut –asek dah, bahasanya kaya sinetron :p-. Lalu saya pun berpikir, apa ya yang bisa saya lakukan? Kuliah udah tinggal sisa-sisa –berarti ga bisa diharapkan-, kursus? ya cuma menghabiskan 4 jam bahkan kadang cuma 2 jam dari 24 jam waktu sehari saya. Emm… apa yaa…??

Saya yang tidak mau kehilangan akal –yaiyalah, masa cuma karena lelaki saya kehilangan semangat dan akal, malu sama nenek dan emak!- dan mempunyai sifat dasar yang bosenan serta suka mencoba hal baru akhirnya menemukan jawaban. Kenapa saya ngga coba hal-hal baru yang sebenarnya hal yang biasa dan mungkin sering dilakukan orang-orang tapi saya ngga pernah ngelakuin? Catat, ngga pernah. Saya pun memberikan nama ini adalah terapi pertama kali. Yeeaaahhh…

Sebagai catatan, sebenarnya saya termasuk mahasiswa tingkat akhir –ya, ga akhir-akhir amat sih-. Jika saya adalah tingkat akhir otomatis teman-teman sejawat saya juga mahasiswa tingkat akhir –yang ga ada kerjaan lebih tepatnya-. Kita semua tiba-tiba merasa waktu-waktu kita yang kemarin bikin kaya naik rollercoaster tiba-tiba menjadi normal kembali. Kami pun jadi ingin melakukan banyak hal yang belum pernah kami lakukan. Nah, pas banget kan. Saya yang mau cari pengalaman baru dan teman-teman saya yang ingin mencari kegiatan pembunuh waktu. Intinya, kita jadi berkonspirasi untuk mencari alat pembunuh waktu yang menjadikan waktu lebih berharga :).

Apa saja yang saya lakukan?

1 1 Saya memulainya dengan coba paket Spa di salon. Hohoho. Ya, saya tau mungkin bagi sebagian orang itu hal yang sangat biasa. Tapi bagi saya dan teman saya itu hal yang baru pertama kali kami coba. Kami mencoba paket yang harganya rata-rata –tidak terlalu mahal dan tidak terlalu murah- dan kami mencobanya di salon yang belum pernah kami datangi. Belum pernah. Kami hanya mendapatkan brosurnya, tertarik dengan paketnya, lalu meluncur. :D

2. Saya dan teman saya mencoba ikut kelas yoga. Hiiyyyaaaa,, gaya banget kamii… Jadi ceritanya di universitas kami ada semacam klinik –emm, bener ga ya namanya klinik-. Tapi disana tidak hanya untuk praktik dokter, ada macam-macam paket yang diselenggarakan. Salah satunya kelas yoga ini. Bagian yang paling menyenangkan adalah tidak membayar alias gratis. Yiiippiiieee –sorak sorai nari hula-hula- Begitulah, akhirnya sampai saat ini saya terus mengikuti kelas yoga.

3. Menonton berbagai pertunjukan. Sebenarnya saya termasuk orang yang menyukai pertunjukan-pertunjukan, apalagi pertunjukan langsung –life performance-. Tetapi banyak hal baru yang kami tonton. Contohnya, kami menonton waria-waria lip-sync –bener ngga ya tulisannya? :p- lagu-lagu terkenal sambil joget-joget dengan riasan yang aduhay. Lalu saya juga menonton seorang soprano langsung pake mata kepala saya. Mungkin masih banyak lagi pertunjukan yang saya lihat nantinya. Hohoho

4. Saya pertama kalinya ziarah ke Ganjuran sendiri –maksudnya bareng teman-teman dan tidak bersama orang tua-. Ahahaha. Disana saya hanya berdoa sendiri, makan di tempat makan dekat sana, lalu pulang. Mungkin bagi sebagian orang itu hal yang biasa, tapi –lagi-lagi- bagi saya itu adalah hal yang pertama kali saya lakukan.

Sejauh ini hal pertama kali yang saya lakukan ada hal yang diatas tetapi tidak menutup kemungkinan saya akan mencoba hal-hal lain. Seperti mencoba kursus menari tarian klasik, kursus dansa, kursus menjahit, memasak, merangkai bunga, merias pengantin, kursus bahasa asing, kursus bela diri. Waahhh saya maruk! Ahahahaha. :D

Yah, namanya juga mencoba. Hal tersebut tidak salah menurut saya. Malah bagus untuk tubuh kita sendiri. Ketika saya mencoba hal-hal baru untuk pertama kalinya, saya merasa hidup. Saya merasa debaran jantung saya meningkat, adrenalin pun ikut menggeliat. Saya merasa ada energi positif yang mengalir menuju diri saya sendiri –aseek-. Namun tetap seperti saran orang tua, janganlah mencoba hal baru yang negatif. Contohnya tiduran di rel kereta api, menjatuhkan diri dari gedung lantai 13, negak racun serangga, ngunyah racun tikus. Adoohhh, itu mah namanya bukan mencoba hal baru yang bikin makin hidup tapi mencari kehidupan baru setelah kematian –lho? :p-

Sebenarnya saya sih cuma menyarankan aja, tapi kalau tetap mau mencoba hal diatas ya silakan. Saya bisa apa sih? Ini kan hidup lo, bukan hidup gw. Hehehe :p

Begitulah pengalaman saya. Terapi pertama kali berefek baik untuk kelangsungan hidup saya. Saya menjadi lebih semangat, mata lebih cerah, hidung lebih besar –maksudnya nafasnya jadi lancar-, senyum semakin gemilang, muka pun tampak sumringah. Menurut saya sih, ngga tau menurut orang lain. Hehehe :p

-Ditulis 8 Oktober 2011-

Rabu, 19 Oktober 2011

‘Radio’

Pingin cerita soal diri sendiri nih. Hehehe.

Narsis dikit :p –kaya biasanya ngga,luk :p-

Tadi malam ada seorang teman yang menginap di rumah saya. Seperti yang sudah dapat diperkirakan oleh teman-teman dekat saya, bahwa saya akan mengajak ngobrol dia dari malam hingga ngantuk. Hehehe. Bahkan kata temen saya, baterai saya baru abis jam 3 pagi. Ahahahaha.

Selanjutnya percakapan pun akan dilanjutkan saat bangun tidur, berakhir sampai kita sadar matahari telah mencapai tempat tertingginya dan ketika itulah saatnya kita membersihkan diri alias mandi.

Ya, rekor saya dalam bercerita emang lumayan oke. Saya suka ngobrol sama teman saya seolah-olah besok tidak ada waktu untuk kami mengobrol. Nah, karena alasan itulah saya dijuluki radio. Sesungguhnya ada 2 alasan mengapa saya dijuluki radio :

Rata Penuh1. Saya kalau ngomong susah berhenti kaya radio. Sebenarnya awal mula julukan ini diberikan oleh teman saya. Ceritanya waktu itu saya dan dia berkendara bersama –boncengan- dengan motor dari Jogja ke Solo. Saya bonceng dia. Saat kita pergi ke Solo hari sudah beranjak malam dan tentu saja saat kita pulang dari sana hari sudah benar-benar gelap –jadi kita hanya main ke Solo dan pulang pada hari itu juga-. Semua pengendara pasti merasakan hal yang sama, ketika sudah mulai malam, jalanan sepi, potensi untuk mengantuk pasti besar. Begitu pula yang dirasakan oleh teman saya. Karena saya mengkhawatirkan kemungkinan terburuk, maka saya pun mengajak dia ngobrol sepanjang perjalanan. Sepanjang perjalanan, saya ulangi. Saya terus mengajak ngobrol sampai tempat tujuan dan keesokan harinya ada percakapan antara teman yang berkendara sama saya dengan temannya yang lain.


Teman yang lain (TYL) : “Kemarin ke Solo boncengin siapa?”
Teman yang berkendara (TYB) : “Boncengin Luki. Aku seneng boncengin dia.”
TYL : “Weh, kenapa?”
TYB : “Soalnya dia kaya radio. Ngomong ga berenti-berenti. Jadinya ngga ngantuk. Padahal sebenernya aku ngantuk banget waktu itu.”


Oke, tolong garis bawahi ngomong ga berenti-berenti. Sial. Berasa rem mulut saya ngga berfungsi lagi. :( Tapi ngga papa lah, karena kecerewetan saya dia ngga ngantuk lagi dan tidak terjadi hal yang terburuk dalam berkendara. Hohoho –self justification- :p

Setelah itu setiap kali saya boncengan sama dia dan teman saya yang beda motor ngeluh kalau ngantuk, pasti dia dengan bangga dan entengnya bilang “makanya punya radio dong”. Sambil nunjuk ke arah saya yang duduk manis di belakangnya. Sial.

Dapat ditebak untuk selanjutnya setiap saya mulai cerita, cerita, dan cerita, teman-teman saya yang lain pun ikut nyeletuk “emang bener ya kamu tuh radio”. Terimakasih.

2. Saya kalau cerita terus merasa ada lirik lagu yang nyambung sama cerita saya, biasanya saya lanjut dengan menyanyikan lagu tersebut. Kata temen saya, saya jadi kaya radio berjalan, dimana-mana hobinya nyanyi. Bahkan saya pernah keceplosan nyanyi di depan dosen jurusan lain. Hehehe –maaf, pak- Walaupun saat itu suasananya tidak terlalu formal, namun saya menyanyi di dalam kantor jurusan jurusan lain dan itu di depan dosen yang baru sekali saya temui. Emm… sebenarnya saya hanya menggumam aja nyanyinya tapi menurut teman saya yang ikut menemani saya itu sudah memalukan. Hehehe. Saya sih ngga gitu berasa. :p

-ceritanya ini saya, si radio :p-

Yaaa, seperti itulah sekelumit kisah tentang saya. Dijuluki radio berjalan merupakan salah satu penghargaan. Paling tidak saya bisa menghibur orang lain dengan ocehan-ocehan ngga mutu yang keluar dari mulut saya. Walaupun kadang saya juga berdoa, semoga teman-teman saya ngga jadi bosan dan bête dengan cicicuit saya. Hohoho.

-ditulis tanggal 2 Oktober 2011-

Senin, 17 Oktober 2011

Friendster?

Beberapa hari yang lalu saya buka-buka account friendster saya. Nostalgia ceritanya.

Biarpun banyak yang mengatakan friendster ketinggalan zaman, tapi saya ingat kala itu, mungkin sekitar 8 tahun yang lalu –buzet,lama juga yak- pertama kali saya mulai mengikuti jejaring sosial, jejaring sosial yang saya pilih adalah friendster.

Hufftt –ceritanya flash back-, waktu itu kelas 2 SMP –kalau ngga salah- teman-teman saya sudah banyak yang heboh dengan friendster. Awalnya saya sebodo amat. Ngga tertarik pendeknya. Tapi lama kelamaan kayanya ngga salah juga kalau saya coba-coba ‘main’ friendster. Selanjutnya bisa diduga, saya membuat account email baru –karena yang lama saya ngga suka alamatnya :p- dan membuat account friendster. Aseek dah. Maka resmi dimulailah petualangan saya di dunia maya. –cielah-

Ternyata saat saya punya account friendster ini saya sempat ikut-ikutan menulis di fasilitas blog yang tersedia di friendster. Saya masih ingat benar waktu itu saya ngga benar-benar ingin menulis tapi karena kejadian yang lebih tepat disebut malapetaka menghampiri hidup saya, maka saya memutuskan untuk menulis di fasilitas blog tersebut.

Singkat cerita pada waktu itu saya kecopetan dan handphone saya hilang. Saya merasa perlu memberitahu teman-teman saya bahwa hape saya hilang –sok eksis banget ya saya :p-.

Itulah awal saya menulis blog sebenarnya.

Saat kemarin saya membuka account friendster saya, saya agak terkejut melihat postingan pertama saya. Mari kita tengok bersama…

SeDiH bgD neH Gw….

TgL 8 kMaRen.. HP gw iLan9…….

gw keCOpetan wakTu nTu…

TmaN2 kuw… kTa ga bisa smsAn lage decH….

YasuwdaHlagH…. meman9 sudaH taQdir hidUp gw…..

He…He…..

10 september 2005

Oke, saya ngga bisa memungkiri bahwa ternyata dulu saya kalo nulis ngga jauh beda dengan anak-anak yang disebut alay saat ini. –menatap nanar ke lantai kamar-

Ternyata saya mantan alay ya? Ternyata saya…

Oke, sesungguhnya saya shock sendiri. Hahaha.

Tapi kalau diingat kembali, zaman dulu emang nge-tren tulisan gede kecil dan terkadang saya juga suka memakainya. Hahahaha :D –ngeles-

Tapi memang saya tidak mencampurkan semua angka dengan huruf, saya cuma suka mengganti hurug g dengan angka 9 dan mengganti huruf O dengan angka 0 (nol). Kelihatan lucu aja waktu itu. Makanya jujur saya ngga tega ngatain anak-anak sekarang alay cuma dari cara dia nulis. Saya lebih tega ngatain orang alay kalau emang secara sesungguhnya dia kaya anak layangan –alias anak yang kebanyakan main layangan- plus orang yang pake dandanan tidak tepat pada tempat dan waktunya. Hohohoho.

Kembali ke nostalgia friendster, saya kadang suka sedih liat friendster yang sudah tidak ada yang menjamah lagi. Keberadaannya digantikan oleh Facebook dan Twitter. Kadang saya suka nostalgia, liat-liat apa yang ada di dalam friendster saya dulu, sekedar mengenang apa saja yang pernah terjadi di masa lalu saya. –cielah-

Hayoo, jadi kangen sama account friendster mu tidak?

Udah ditengokin gih… :p

-ditulis tanggal 30 September 2011-

Selasa, 11 Oktober 2011

Cinta, Sakit, Lega

Mau ngelanjutin posting sebelumnya nii. Hehehe. Lanjutannya adalah tipe kedua. Yaitu Si cowok yang tidak peka itu akhirnya memilih cewek lain dan masih dengan tidak pekanya bercerita kepada cewek yang menyukainya bahwa ia habis menyatakan cinta.

Ohohoho.

Sebenarnya tidak ada yang salah kalau hal ini sampai terjadi. Dari pihak cowok pasti mengatakan “emangnya aku cenayang yang bisa tau perasaanmu padaku? Wajar dong kalau aku nembak cewek lain dan cerita sama kamu yang adalah temenku?” Dari pihak cewek “masa kamu ngga ngerti-ngerti kalau aku suka sama kamu? Kamu ngga ngerti perasaanku.”

Hiyaaa…

Makanya saya bilang ngga ada yang salah. Ngga. Yah, ini hanya masalah perasaan. Tak ada yang salah maupun benar kalau menyangkut masalah perasaan. Ngga salah ketika cewek itu menyukai cowok itu dan ia memilih untuk tidak memberitahu cowok itu dengan berbagai pertimbangan. Tidak salah juga ketika cowok itu memilih cewek lain dan dengan santainya bercerita mengenai perasaannya ke cewek yang menyukainya. Ngga kok. Ngga ada yang salah.

Mungkin bagi sebagian orang pengalaman seperti ini adalah pengalaman yang menyakitkan. Benar, pengalaman ini adalah pengalaman metamorfosis perasaan cinta yang berubah menjadi perasaan sakit. Cinta yang awalnya bisa dinikmati dengan indah akhirnya berubah menjadi sembilu tajam. Perasaan yang biasa disebut sebagai cinta yang bertepuk sebelah tangan. Iya, perasaan itu yang terjadi. Hemm… menyakitkan yaa… Hehehe

Tapi coba deh menilik kisah bahagia setelah itu. Kita bisa cepet-cepet pergi dari lingkaran cinta itu. Kita bisa cari orang lain yang mungkin lebih kece untuk kita sayangin. Kita akhirnya terlepas dari beban pertanyaan “apakah dia sayang aku juga atau ngga?” dan akhirnya bisa mencapai kata lega.

Kita lega udah tau yang sebenarnya. Kita lega karena ternyata apa yang sering kita pertanyakan sudah ada jawabnya. Fiuh. Walau mungkin kelegaan itu tidak sebanding dengan kebahagiaan. Tapi arti sebuah kebahagiaan tidak linier, bukan? Mungkin memang lebih baik saat cinta kita tidak untuk dirinya. Mungkin memang dia tidak terlalu baik untuk menerima cinta kita. –ini sekedar proses pensugestian diri kok. Pede dikit bolehlah :p-

Saya pernah juga merasakan hal itu. Menjadi tempat sampah orang yang kita suka. Tapi yang diceritain tentang gadis yang dia suka. Hehehe. Rasanya mungkin sedih diawal tapi saya merasa bahagia diakhir. Saya merasa pertanyaan saya tentang dia terjawab sudah. Dan akhirnya tinggal bagaimana kita mensugesti diri kita sendiri untuk bangkit dan menemukan kebahagiaan lain. Ya, cuma itu yang bisa kita lakukan. Jangan pernah merasa dunia ini akan runtuh karena dia meruntuhkan harapan kita. Okelah, dunia harapan kita memang runtuh, tapi bukan berarti seluruh dunia kita runtuh kan?

Dan mungkin yang kamu perlukan adalah distraksi. Pengalihan. Menyibukan diri adalah hal yang bisa membuat kamu sejenak melupakan. Yah, bolehlah. Nangis-nangis dulu juga bolehlah. Yang jelas hidup ini terus berjalan. Itu aja.

Eh eh saya punya lagu yang bagus tentang perasaan ini. Boleh lho nyanyi lagu ini sambil bersedih-sedih dulu, habis-habisin tisu, tapi setelah itu kita siap untuk membangun dunia harapan yang baru lagi. Yipiiieee… :D

“So confused, my heart bruised, was I ever loved by you?

Out of reach, so far, I never have your heart

Out of reach could’t see, we will never meant to be”

Out of Reach-Gabrielle

Eh tapi ada bagian bagusnya:

“In my reach I can see there’s a life out there for me”

Nb: Lagunya bagus buat bersedih-sedih dulu dan menyadari bahwa masih ada kehidupan lain di luar sana :p

Cheer Up, Girl! :)

-ditulis akhir juni 2011-

Kamis, 06 Oktober 2011

Depresi, Kecewa, Cinta

Saya adalah wanita biasa yang suka cerita-cerita. Hehehehe.

Bener lho.

Saya suka bercerita dan mendengarkan cerita dari siapapun itu. Rasanya bercerita dan mendengarkan cerita itu adalah vitamin tersendiri buat kelangsungan hidup saya. Hohohoho. Bahkan ada teman saya yang pernah bilang kalau saya bagaikan radio yang ngga pernah berhenti ngomong. Ada juga yang pernah bilang “kalau kamu diem, ntar hujan turun.”

E buzzeett yang ini mah bikin saya berasa jadi pawang ujan ajee… :p

Yah, dari cerita-cerita temen-temen ada satu cerita –masih soal cinta- yang terdengar amat sangat klise. Si cewek suka sama cowok tapi cowok itu seakan-akan ngga tau. Cowok itu ngga peka untuk merasakan kehadiran cewek itu. Dan sampai disini ada dua hal yang terjadi.

  1. Si cowok yang tidak peka itu tetap tidak peka dan tidak bersama cewek lain juga dengan alasan yang masih jadi tanda tanya.
  2. Si cowok yang tidak peka itu tetap tidak peka dan akhirnya memilih cewek lain dan masih dengan tidak pekanya bercerita pada cewek yang menyukainya diam-diam bahwa ia habis menyatakan cinta.

Hiyaaa… Emm… di umur saya yang sudah menginjak kepala dua ini saya pernah merasakan keduanya. Ahahaha.

Baiklah saya mau membahas yang pertama dulu. -yang kedua dibahas di posting selanjutnya saja :p- Si cowok yang tidak peka tetap tidak peka dan tidak bersama cewek lain. Fiuhh… Kalau anda adalah tipe yang diam-diam menyukai seseorang pasti pernah merasakan hal ini. Kalau anda adalah tipe yang suka memandangi orang yang anda suka dari jauh, pasti pernah merasakan hal ini. Pasti anda suka bertanya-tanya setiap hari

“Dia tau ngga sih, kalau aku ada?”

“Kenapa sih dia ngga nembak cewek lain aja, biar aku ngga kegeeran?”

“Kenapa dia baik banget sih sama aku? Apa dia juga menyimpan perasaan yang sama?”

Hayoo hayooo ngaku,, pernah ngga ngerasa kaya gini? :p

Yah, itu hal yang lumrah kok. Apalagi di masa remaja. Pasti ada perasaan seperti ini yang hinggap tiba-tiba dalam relung kalbu. Mungkin ada juga yang merasakan hal ini sampai dewasa. Siapa tau. :p

Dan saya pun terjebak dalam obrolan seperti ini lagi. Ketika teman saya bercerita bahwa ia sedang merasakan desiran yang berbeda di dalam hatinya karena seseorang. Selanjutnya desiran itu semakin kuat karena orang tersebut tampaknya punya perasaan yang sama. Namun sayangnya hubungan itu tidak ada kemajuan. Pada akhirnya hanya menimbulkan tanda tanya yang kian membesar dan akhirnya berubah menjadi perasaan depresi.

Depresi yang terus menerus hinggap itu akhirnya menumbuhkan rasa kecewa tersendiri dalam hati. Kecewa ketika lama-kelamaan kita disadarkan bahwa dia tampaknya tidak melihat kita. Kecewa ketika harapan tidak berjalan sesuai kenyataan. Yah, akhirnya rasa kecewa itu ada dan nyata.

Tapi dua perasaan itu dimulai dari apa? Yah, dari sebuah kata yang sederhana “cinta”. Dari cinta itulah segala rasa itu ada. Dari cinta itulah segala asa bisa menguap. Yah, dari rasa cinta itulah. Dan akhirnya kita pun cuma bisa berserah. Kita cuma bisa mengatakan “rasa ini gabungan antara depresi, kecewa, dan cinta”. –itu kata-kata temen saya lho “ :p-

Ya ya ya, saya juga pernah merasakan rasa ini. Waktu masih sekolah. Sekolah menengah pertama lebih tepatnya. Saat saya menyadari bahwa saya menyimpan rasa yang berbeda dengan orang yang duduk di sebelah saya. Ketika saya menyadari bahwa dia terlihat lebih indah dari orang lain yang ada disekeliling saya. Sayangnya saya yang lebih suka memendam rasa akhirnya cuma berani melihat dia dari jauh. Memberikan perhatian-perhatian kecil yang mungkin tidak pernah ia sadari. Ketika ada secercah harapan dia menyambut perasaan saya, ternyata itu hanya fatamorgana. Cuma kelihatannya aja, tapi tidak nyata. Tapi saya tetap tidak bisa menghapus rasa itu dengan cepat ditambah lagi dia tampak tidak bersama orang lain. Semakin tidak mudah untuk saya mensirnakan rasa ini. Hehehe

Memang waktu adalah obatnya. Waktu yang membuat saya perlahan-lahan menenggelamkan rasa ini. Waktu yang membantu saya membenamkan asa antara saya dan dia. Ya, cuma waktu.

Saya tidak bisa menyarankan apa-apa untuk teman saya yang sedang merasakan tiga rasa itu. Yang bisa saya katakan, nikmati saja rasa itu. Syukurilah karena kamu pernah mencicipi rasa seperti itu. Biarkanlah rasa itu sampai ia menguap dengan sendirinya karena waktu. Pedih sih, berat sih, tapi yakin saja kalau kamu bisa. :)

Saya tidak mungkin menyarankan, bilang aja kalau kamu suka sama dia. Tunjukin kalau kamu suka sama dia. Biarkan dunia tahu. Ahahaha. Yah, itu salah satu kemungkinan, tapi semua itu balik ke orangnya kok. Seberapa berani orang itu menyatakan perasaannya. Kalau memang dia merasa lebih baik memendamnya dalam hati ya silakan. Tidak ada yang salah kalau bicara perasaan. Karena toh yang akan merasakan akibatnya juga yang punya perasaan itu kan? Hehehe.

Mau kamu pendam perasaan itu atau mau kamu sampaikan, semua itu adalah keputusanmu. Asalkan kamu sudah memikirkannya pasti perasaan menyesal pun akan berkurang. Hohoho –teori ngasal-

Eh, ada lirik lagu yang mungkin bisa menggambarkan perasaan ini:

“And I wonder if I ever cross your mind?

For me it’s happened all the time…”

Need You Now-Lady Antebellum

“There’s always time like this when I’m think of you and I wonder if you ever think of me

Cause everything so wrong and I don’t belong living in your precious memory”

A Thousand Miles-Vanessa Carlton

Hehehe. Bersabarlah, kalau jodoh ngga kemana kok, teman :p

-ditulis akhir Juni 2011-