ini bukan kisah sinetron, tapi bagaimana hidup menjadi seperti rollercoaster :)
Selasa, 22 November 2011
Detik-detik Duapuluhsatu
Hemm.. mungkin bagi sebagian orang itu angka yang biasa.
Sama aja kaya angka-angka yang lain.
Tapi untuk saya di detik-detik ini adalah angka yang cukup berarti.
Kenapa kenapa kenapa???
Simpel aja alasannya, saya mau ulang tahun ke dua puluh satu.
Ahahahahaha
Kata teman-teman saya sih rasanya biasa aja, ngga ada sesuatu yang terasa berubah atau berbeda dengan bertambahnya dan bergantinya umur ini.
Tapii
Kok saya tiba-tiba merasa ada yang lain yaa??
Apakah karena saya sedang sentimentil??
Hahahahaha...
Ntah.
Bagi saya, dua puluh satu adalah angka yang cukup besar untuk sebuah umur.
Seharusnya seseorang dengan umur ini sudah bisa settled dengan hidupnya.
Dengan pilihannya.
Saya merasa bahwa sebenarnya banyak hal yang belum bisa saya lakukan dalam umur saya ini.
Banyak impian dan angan-angan serta kewajiban yang belum tuntas.
Fiuh.
Yaa... saya merasa diingatkan kembali bahwa waktu itu terus berputar dan saya harus segera berjalan. Berjalan meraih apa yang mau saya raih. Berjalan dan menjadi semakin bijak juga dalam perjalanan ini.
Hemmm... Mungkin saya harus mengadakan refleksi singkat di ulang tahun ke dua puluh satu ini.
"Who is that girl I see,
Staring straight back at me.
When will my reflection show
Who I am inside."
Saya jadi ingat lagu Reflection Christina Aguilera.
Lagu itu adalah sountrack Mulan.
Salah satu cerita Disney favorit saya.
Hemm.. mungkin selama dua puluh satu tahun ini saya sering pakai topeng, sering jahat sama orang, sering ngga sadar kalau udah nyakitin orang, sering bikin orang kecewa atau bahkan menangis.
Saya ngga tahu dan ngga pernah tahu.
Cermin hanya memantulkan fisik saya, bukan kenangan dan apa yang sudah saya lakukan.
Sehingga saya cuma tahu, kalau saya harus menjadi lebih baik.
Klise. :P
Pernyataan klise dengan praktik yang ngga pernah klise.
Hey, dua puluh satu, saya sambut kau dengan tangan terbuka.
Sampai nanti saatnya engkau pergi dan digantikan yang lain...
-ditulis 22 November 2011, saat detik semakin berlalu-
Mama Topolinoo
CARS 2
Yeey yeey…
Ya ya ya kalau ada yang lupa dengan film yang satu ini, film ini bercerita tentang mobil-mobil. Ceritanya lucu karena seolah-olah di bumi ini yang tinggal adalah mobil-mobil dengan berbagai jenisnya. Ada mobil balap, mobil Derek, bus, kapal laut, sampai pesawat.
Saat melihat sekuel dari film Cars ditayangkan di bioskop, keinginan menghedon dalam diri saya kembali membuncah. Dan seperti dapat ditebak, saya cari teman dan menontonnya.
Orang-orang suka berkata bahwa sekuel dari sebuah film bisaanya tidak sebagus versi yang pertamanya. Tapi bagi saya Cars 2 salah satu yang oke! :D Kenapa saya bisa bilang oke?
- Cars adalah gabungan antara jenis-jenis film yang saya suka. Saya adalah penggemar film animasi, action, spionase, dan balap-balapan. Saat menonton Cars 2 saya merasa bahwa saya menonton semua jenis film yang saya suka dalam 1 film.
Yap, di dalam Cars 2 kita bisa menemukan cerita tentang spionase layaknya kita nonton James Bond. Kalau ingat James Bond tentu kita ingat dong adegan-adegan dalam filmnya yang seru-seru dan banyak desing-desing tembakannya?
Nah, di Cars 2 kita disuguhkan beberapa adegan seperti itu dalam versi lucunya. Lalu seperti yang sebelumnya, otomatis film Cars bercerita tentang balap-balapan mobil dan saya salah satu orang yang ngga bisa berhenti tersenyum saat melihat balap-balapan mobil. Dan yang terakhir dan yang tidak perlu dijelaskan lagi, jelas Cars 2 adalah film animasi.
Jadi, bener-bener 3 in 1 kan?
Eeerrrr, engga deng 4 in 1. Hohohoho. :p
- Di dalam film ini tempat-tempat arena balapannya tidak hanya di satu negara. Mereka jalan-jalan sampai Jepang, Italia, Prancis, dan Inggris. Bisa ditebak, saya jadi bisa melihat Negara-negara tersebut dalam kacamata animasi. Lucu aja ketika mereka –dalam bentuk mobil pastinya- bertingkah seperti orang-orang yang ada di negara-negara tersebut.
Salah satu contohnya ketika mereka berada di Jepang ada mobil-mobil yang bertingkah seakan-akan mereka pemain sumo atau mungkin saat mereka di Prancis terasa sekali hawa-hawa romantismenya. Bermacam-macam budaya di berbagai belahan dunia tidak pernah gagal mencuri perhatian saya.
Itu dua alasan besar kenapa saya bilang Cars 2 itu menarik. Tapi tapi penasaran ngga sih kenapa judul postingannya saya kasih judul “Mama Topolino”?
Jadi dalam satu adegan di dalam film tersebut mereka harus balapan di Italia. Saat disana, logat-logat mobil itu jadi seperti orang Italia banget. Mereka ngomong bahasa Inggris tapi huruf R nya berasa banget. Jadi setiap ada huruf R jadi dibacanya eerrrr.
Emm… yah, begitulah. Hehehe.
Nah, salah satu tokoh disana namanya Mama Topolino. Cara bacanya juga ala telenovela gtu. Mama Topolinooo. Hohoho. Saya langsung jatuh cinta saat pertama kali mendengarnya :p.
Saya ngga mau cerita filmnya kaya apa, biar kamu penasaran terus jadi pingin nonton. Ahahahaha.
Kalau pesan moral dalam cerita ini mungkin sederhana seperti film untuk anak-anak pada umumnya. Tentang menerima diri sendiri apa adanya dan juga menerima orang lain apa adanya tanpa mengharapkan mereka berubah menjadi yang kita inginkan. Dan pastinya juga tentang persahabatan. Seperti biasa, antara Lighting McQueen (si mobil merah menyala) dengan Marte (mobil Derek berkarat) sempat terjadi selisih paham dan bermusuhan tapi toh akhirnya mereka kembali berbaikan.
Disini kita diingatkan kembali bahwa pertengkaran dalam persahabatan itu adalah hal yang biasa, yang terpenting adalah kita juga harus cepat rujuk dengan sahabat kita itu.
Emm satu oleh-oleh terakhir dari Mama Topolino:
“If you find a frrriend, you will find a trrreasurre.” –remember, Mama Topolino who said it :p-
-ditulis 17 Oktober 2011-
Selasa, 08 November 2011
Bukan Sekedar Rasa
Eeeaaa. Sedikit shock saat teman saya mengakhiri perbincangan pada malam yang dingin itu dengan sebaris kalimat di atas. Setelah mengucapkan kalimat tersebut, seperti ada yang memerintahkan kami berdua, kami terdiam dan bermain dengan pikiran kami masing-masing.
Flash back sebentar ya, awal dari perbincangan ini adalah keinginan teman saya, Trisha, untuk mencurahkan apa yang sedang ia rasakan bersama lelaki-nya. Ia mengatakan dalam sebuah percakapan dengan lelaki-nya, lelaki-nya tiba-tiba mencibir dan mengatakan “kok, aku jadi ngga percaya lagi sama kamu.” Jungkir balik lah perasaan Trisha saat mendengar kata-kata itu. Sakit hati? Pasti. Tapi memang apa yang mereka perdebatkan menunjukkan keplin-planan Trisha dalam mengambil sebuah keputusan. Tentu saja Trisha merasa lelaki-nya tidak salah dan tidak berlebihan saat mengucapkan sebaris kalimat tersebut. Tetapi yah, tetap saja rasa sakit yang dirasa tidak dapat ditawar.
Selanjutnya bisa ditebak, Trisha cerita panjang lebar soal bagaimana dia memang belum sanggup membuat keputusan yang oke. Dia masih gamang. Dan ditambah lagi lelaki-nya yang seakan mengetok palu dan mengatakan bahwa ia tidak percaya lagi dengan Trisha. Morat-marit lah perasaan Trisha. Saya sendiri manggut-manggut dan coba mencerna semua kata-kata yang keluar dari mulut Trisha. –emang saya temen yang ngga beres, cuma bisa angguk-angguk aja. Hehe :p-
Waktu sudah berlalu. Perbincangan antara saya dan Trisha sudah terlewati beberapa bulan di belakang. Trisha pun sekarang sudah lebih baik keadaannya. Ia dan lelaki-nya masih berjalan beriringan juga. –syukurlah- Tapi kemarin kembali saya ingat percakapan saya itu. Kembali soal percaya. Iya, lagi-lagi soal percaya. Kenapa satu kata sederhana itu seperti menjadi satu kata sakti? Kenapa hubungan orang bisa baik-baik saja atau berantakan sia-sia karena satu kata ini saja? Kenapa? Kenapa?
“Dia itu ngga percaya sama aku. Katanya bisa aja aku bohong.”
“ Dia kan ngga lihat aku, gimana dia bisa percaya?”
“Aku udah ngga percaya lagi sama orang-orang.”
“Kita bisa mulai hubungan lagi kan? Aku juga ngga percaya kok sama kamu.”
Hedeeehhh. Dari beberapa orang yang cerita ke saya kata percaya ini sering menjadi trending topic. Dia begitu terkenal. Dia sama bikin deg-degan nya sama kata cinta.
Siapa bilang Cuma kata cinta yang bisa bikin senyum, ketawa, dan nangis secara bersamaan? Kata percaya juga punya kekuatan besar itu! –sotoy- Temen saya bisa nangis karena seseorang yang deket sama dia bilang kalau dia udah ngga percaya lagi sama temen saya itu. Temen saya bisa kembali tersenyum karena orang yang disayanginya mengatakan bahwa ia masih percaya sama temen saya. Temen saya bisa ketawa lega karena dia mempercayai orang yang benar. Duh, si percaya ini ternyata berpengaruh ya?
Saya sendiri juga selalu bilang, kalau membangun hubungan dengan seseorang -apapun itu, pertemanan ataupun percintaan- sebaiknya dilandasi rasa percaya. Apalagi hubungan percintaan yang diakhiri hubungan ranjang. Eee agak saru, hubungan tukar cincin aja :p. Ketika dalam sebuah hubungan tersebut sudah tidak ada rasa percaya, yang terjadi pasti hubungan-tidak-sehat-seperti-sinetron-yang-tiap-hari-jadi-produsen-airmata-.
Kalau saya perhatikan, itu yang akan terjadi. Si cowok yang ngga percaya dengan kesetiaan si cewek bakal sering memojokkan si cewek, akhirnya si cewek cuma bisa memeluk bantal sambil beruraian air mata. Mungkin kalau dibalik, si cewek yang tidak percaya sama si cowok akan menimbulkan rasa depresi tersendiri kepada si cowok dan bukan hal yang mustahil kalau si cowok akan mencari pelampiasan. Ntah cewek lain, minum, rokok, main game –lho?-, dan lain-lain yang sesungguhnya saya ngga gitu ngerti sih –ampun cowok, saya bukan kaummu. Ampuunn-. Yah, paling tidak rasa nyaman yang seharusnya dibangun menjadi sedikit kabur.
Untuk masalah ini saya sampai tanya sama temen saya “mendingan kamu nangis tiap hari karena cowok itu tapi kamu masih bersama cowok itu atau kamu putus sama cowok itu dan kamu tetep nangis tiap hari karena kehilangan cowok itu?”
Hayooo, itu pertanyaan problematis dan dilematis lhoo. Hehehe. Seakan-akan kamu merasa ‘aku sama-sama tersiksa ada kamu dan ngga ada kamu, lalu lebih baik gimana? Gimana?’ Hehehe.
Selingan ahh, nih saya kasih lirik lagu yang kayanya cocok
“It's tearing up my heart when I'm with you
But when we are apart, I feel it too
And no matter what I do, I feel the pain with or without you.”
-Tearing Up My Heart, NSync-
Hehehe. Hayoo, pernah kepikiran ngga?
Saya sendiri ngga tau jawabannya. Huahahahaha. Mungkin karena saya belum pernah merasakan cinta sampai dasar hati terdalam. Cinta yang benar-benar cinta. Cinta yang kata orang bisa mengambil separuh nafasmu dan separuh jantungmu.
Emm… jujur saya belum pernah sihadapkan pada kenyataan yang sepelik itu. Kalau sekarang saya ditanya sih, saya bakal milih putus aja. Mending saya nangis tiap hari berbulan-bulan guling-guling di kamar tapi TIDAK bersamanya daripada nangis tapi sama dia. Dengan tidak bersamanya saya bisa move on, mencari yang lain.
Tapii lagi-lagi itu kan cuma ada di pikiran saya, ntah kalau saya benar-benar dihadapkan dalam keadaan yang seperti itu. Mungkin saja ada faktor-faktor lain yang akhirnya membuat saya memilih untuk bersamanya walau dengan menjadi produsen air mata teryahud di seantero nusantara.
Fiuh, hidup ini emang pilihan. Dan pilihan yang ditawarkan di atas emang sulit. Saya juga ga tau jawabannya apa. Kalau kamu? Punya jawaban yang oke? Hehehe :p
Memang semua ini lebih dari sekedar rasa. :p
-ditulis 15 Oktober 2011-
Kamis, 03 November 2011
Antara Hujan, Air mata, dan Kenangan (2)
Antara Hujan, Air mata, dan Kenangan (1)
#ceritahujan
Tes Tes Tes
“Eh, hujan hujan…”
Kutengahdahkan kepalaku, ya benar ini hujan. Hujan pertama yang aku rasakan setelah berbulan-bulan dia absen dalam kehidupanku. Padahal aku baru saja sampai di panggung terbuka untuk menonton sebuah pertunjukan, kenapa hujan?
“Aduh, hujan. Tadi harusnya bawa mantol ya? Hahaha.”
Seperti biasa, hujan selalu bisa mencuri perhatian setiap orang. Ribut-ribut di sekelilingku ini tidak serta membuat aku ikut masuk ke dalamnya. Entah mengapa hujan seperti membawaku ke tempat lain dan bukan disini. Huft, dasar hujan melankolis. Kenapa juga aku jadi mikir aneh-aneh. Aku kan kesini juga dalam rangka melupakan apa yang selalu hujan bawa untukku. Emm… tunggu… yang di depan itu kan… dia…
“Dia nonton juga tuh.” Kataku pada teman sebelahku.
“Hah? Dia siapa? Oh, iya iya, mana..?” sahut temanku.
“Tuh satu baris ke depan sama kamu, tapi dia paling depan.” Jawabku.
“Wah, sinyalmu kuat ya. Itu kan jauh.” Kata dia sambil manggut-manggut.
“Soalnya dia masih disini.” Jawabku sambil memegang dadaku.
“Huahahahaha. Oke-oke. Dasar gombal.” Tawa temanku.
Tiba-tiba gerimis yang tadinya hanya butiran-butiran yang jarang berubah menjadi butiran yang rapat. Dan sialnya aku tidak memakai jaketku yang ada tudungnya. Jadilah aku hujan-hujanan disini. Tapi pemandangan ini terlalu bagus untuk membingkai kisah hujanku, kenapa juga aku harus ikut-ikutan ribut pake payung atau mantol. Biarlah aku hujan-hujanan.
ujan-ujanan ku yang pertama kulewati bersamamu lagi dengan keadaan yang berbeda
Yah, hujan yang turun tahun lalu juga banyak kulewati bersama seseorang yang ada setengah meter di depanku. Tertutup beberapa punggung tapi aku masih bisa melihatnya. Aku ingat semua tentang aku dan dia. Bulan-bulan hujanku dengan dia adalah ceritaku dan dia. Bau hujan ini dan basah yang aku rasakan semua juga menjadi latar kisahku dan dia. Memori tentang dia benar-benar menginap gratis di otakku.
dahulu ketika air itu melewati kita ber2, kita bs bertatapan, tapi saat ini semua sudah berubah
Slide itu muncul kembali. Penyakit vertigo kenangan yang sudah lama sembuh kembali kumat dalam dinginnya hujan. Aku masih ingat ketika aku meminjam mantol hujanmu atau mungkin ketika kau mengucapkan kata indah –yang sampai sekarang masih bisa kuingat dengan jelas- setelah hujan menyirami kita berdua. Tidak mungkin aku melupakan saat kita berdua berjalan berdampingan melewati hujan itu. Kau meminta untuk berhenti dan berteduh dan akhirnya kita berdua pun duduk bersebelahan diselimuti hujan. Katamu kau berterimakasih karena hujan membuat kita jadi bisa bercerita banyak berdua. Atau saat kau berjalan di sampingku disertai gerimis-gerimis kecil dan aku memegang ujung bajumu, yang pada akhirnya menimbulkan kerutan di dahimu dan pertanyaan “kenapa?”. Ku katakan bahwa keseimbanganku menurun dan aku bisa tergelincir kapan saja. Dan kau pun tertawa, mengatakan bahwa tidak biasa aku berlindung padanya, namun kau tetap membiarkan aku memegang dirimu dan kau pun merapatkan tubuhmu padaku. Mana mungkin aku lupa saat kita basah kuyup bersama, saat kau menawarkanku jaketmu untuk mengobati rasa dinginku. Dan aku pun menolak, kukatakan aku sudah punya jaket. Aku tidak romantis, jawabmu padaku.
aku hanya bisa memandang punggungmu dari jarak yang cukup jauh ketika hujan itu menyelimutiku
Sekarang? Semua sudah berubah, sayang. Aku yang dahulu bisa merapatkan tubuhku padamu, mencari suhu hangat dari ragamu, atau sekedar bercerita membunuh waktu denganmu tak mungkin lagi kulakukan saat ini. Bahkan aku hanya bisa memandang punggungmu. Kita bersama dengan keadaan yang berbeda. Bukan aku atau kau yang berbeda. Aku tetap menjadi anak bandel yang tidak peduli kalau besok terkena flu karena hujan-hujanan dan kau masih orang yang sama yang memilih tidak memakai jaket demi merasakan basahnya hujan itu. Keadaan kita berdualah yang berbeda. Jarak antara kita berdua yang semakin terlihat dan hujan ini. Bahkan hujan ini pun tidak dapat mempersatukan apa yang pernah disatukan.
-bersambung ke posting selanjutnya karena kepanjangan :p-
Selasa, 01 November 2011
Kekalutan Bulan November
Seharusnya ini menjadi awal dari segala yang baik-baik dalam benakku.
Tapi pagi tadi semua berubah seiring dengan meluncurnya banyak kalimat dari seseorang yang membuat otakku merasa dikosongkan.
Membuatku semakin merasa bahwa harapan dan kenyataan sedang berada dalam rel yang berbeda.
Fiuh.
Aku tak tahu harus bagaimana.
Bulan November yang biasanya menjadi bulan penuh harapan menjadi bulan penuh ratapan.
Aku tidak mengerti apa yang ada dalam pikiranku.
Semuanya bercampur dan berkecambuk menjadi satu.
Apakah aku menangis?
Inginnya, tapi tak bisa.
Apakah aku putus asa?
Seharusnya, tapi ternyata tidak.
Apakah aku berhenti berjalan?
Tidak, aku menyeret langkahku, namun kesukaran itu hal yang nyata kurasakan.
Ini bukan fatamorgana apalagi ilusi semata.
Hemm... Seandainya aku boleh meminta, ingin kupinta satu hal.
Ya, satu hal kepada "kenyataan".
"Hai, kenyataan maukah kau berteman dengan harapan?
Maukah kau sekali ini berjalan beriringan bersamanya?
Menilik satu titik kebersamaan yang bisa menimbulkan rasa aman dan nyaman untukku?"
Itu permintaanku dalam memulai bulan ini.
Semoga desau angin dingin ini menyampaikan pintaku dan rintihan pilu gemuruh dapat mengetuk pintu hatimu sehingga kau mau berdamai dengan keinginanku.
-1 November 2011, ketika berpikir dalam otak yang kosong-