Saya mendadak agak tersentil mendengar istilah move on yang
sempat menjadi tren beberapa bulan yang lalu, sama seperti kata galau pada
beberapa tahun yang lalu. Hal ini pun akhirnya berimbas dengan keinginan saya untuk
menuliskan teori asal-asalan saya tentang move on. Yeeyyy.
Sebaiknya teori saya jangan diajukan sebagai tinjauan
pustaka untuk penelitian apapun karena belum pernah diuji secara sistematis,
teoritis, dan aplikatif –apa seh?-
Anyhooww, move on identik dengan patah hati. Bahkan dapat
dikatakan bahwa istilah move on terucap setelah ada kejadian patah hati. Move
on sering diartikan seperti berjalan menjauh. Maksudnya adalah berjalan menjauh
dari segala kepingan kenangan dan perasaan yang pernah ada terhadap seseorang.
Move on juga identik dengan punya kecengan atau gebetan baru setelah patah
hati. Katanya sih orang kalau udah move on itu berarti dia sudah jalan sama
orang lain dan ngga terus-menerus memikirkan dan mengharapkan si ex-nya.
Hemmm dalam hal rekonstruksi patah hati saya sendiri selalu merasa
ada 2 istilah sebagai lanjutan proses patah hati, yaitu move on dan get over.
Apakah setelah patah hati kita move on? Atau kita memilih get over?
Mari kita jawab pertanyaan ini dengan membaca terlebih
dahulu tulisan di bawah ini. –asal banget! :p-
Mohon diingat kembali bahwa ini teori asal-asalan saya!
Jadi, menurut saya setelah patah hati kita pasti ingin
merekonstruksi perasaan kita. Nah, yang selanjutnya dapat terjadi adalah kita
move on dengan apa yang terjadi atau kita get over-in semua yang ada.
Apa tho bedanya?
Beda tentu menurut saya. Move on itu hanya berjalan menjauh
dan bukan berarti melupakan secara menyeluruh. Move on itu berusaha untuk ngga
memanjakan atau meladeni perasaan ke si ex tapi bukan berarti kita melupakan
semua hal baik dan kenangan indah saat bersamanya.
Contohnya setelah patah hati
pasti ada perasaan rindu yang menyeruak kepada si ex. Kalau kita sudah punya
niatan luhur untuk move on, kita ngga akan meladeni perasaan kita dengan sms
dia atau ngajak ketemuan. Yah, pol mentok merenung di pojokan kasur sambil mata
menerawang jauh karena proyektor kenangan mulai memutar semua waktu yang telah
lewat. Yaahh, parah-parahnya diiringi hujan lokal dari mata sendiri. Bagi saya
itu wajar dan sangat manusiawi. Ngga bisa disangkal dan kalau kita merasakan
hal itu positifnya adalah kita masih punya perasaan sebagai manusia, jadi kita
bukan robot.
Get over adalah istilah yang punya arti beda menurut saya.
Get over itu bener-bener let all of things –head over heels- about him/her
over. Istilah kejamnya kamu lupain selupa lupain semua yang pernah terjadi
antara kalian. Mungkin kalau ada alat cuci otak atau format otak bakal laku
keras buat orang-orang pecinta get over. Pokoknya yang udah bener-bener ya udah
dah dah dah, ngga perlu diingat-ingat lagi. Ibarat orang-orang feminis,
orang-orang pecinta get over itu adalah garis kerasnya, radikal bahasa
korannya.
Terus kita harus gimana? Move on atau get over?
Yaa terserah kamyu dong ahh… hohoho
Kalau saya pribadi orangnya lebih suka menikmati perasaan.
Rada masokis kali ya. Dan, saya ngga pernah pingin menghilangkan orang yang
pernah ada di hidup kita selama-lamanya hanya karena pengalaman tidak menyenangkan
padahal kita pernah melewatkan hal yang menyenangkan bersama. Jadi, saya memang
pecinta move on bukan get over.
Saya pernah tertegun lama membaca tulisan seseorang
“badan
boleh aja gampang move on, tapi hati siapa yang tahu.”
Saya setuju dengan kata-kata di atas. Saya ngga pernah mau
terbuai perasaan. Kalau sudah berakhir yaudah berakhir tapi ngga perlu saya
repot-repot menghapus hal-hal baik yang pernah terjadi kan? Hal tersebut bisa
jadi pelajaran sekaligus kenangan indah yang bisa buat cerita lucu-lucuan.Walau begitu yaa ngga bisa dipungkiri mungkin suatu waktu perasaan masih ingin mengingat yang lalu. Yaa, nikmatin aja lah yaa. Nikmatin bukan manjain apalagi meladeni.
Lain saya lain pula orang lain. Ada lho orang yang ngga bisa
kalau ngga menghapus nomor ex-nya, mem-block akun jejaring sosial ex-nya atau
bahkan dia yang membuat akun baru, Ya kalau dia memang maunya get over ya ga
papa juga kan ya.
Lain kepala lain pikiran, toh ngga ada yang salah atau benar
selama tau konsekuensi dan kemampuan diri sendiri menanggulanginya.
So, pilih move on atau get over? Asal jangan stuck in the
line –opo toh?- :p.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar