Kenapa ya, saya cengeng? :p
Terkadang saya suka bingung, kenapa saya termasuk orang yang lebih sering menangis daripada tertawa? Kalau saya sedang sendiri hal yang pasti saya lakukan adalah merenung dan pada akhirnya menangis.
Coba kamu bayangkan kamu lagi sendirian naik motor atau mungkin naik mobil lalu kamu harus menempuh jarak yang lumayan jauh sendiri. Iya, sendiri. Pasti pikiranmu melayang-layang kan? Begitu pun saya.
Biasanya saya langsung melancong ke la-la-land –sebutan untuk dunia khayalan- dan apa yang akan saya ingat biasanya:
Hal-hal yang akan saya lakukan beberapa jam ke depan
Hal-hal yang sudah terlewat dan biasanya sedih.
Hal-hal yang pernah dilakukan dan sedikit disesali.
Mimpi-mimpi yang sekalian ngga mungkin terwujud. –misalnya pacaran sama Channing Tatum :p-
Selanjutnya, yang biasanya terjadi adalah saya ingat hal-hal apa yang telah terlewat dan apa yang saya sempat sesali dan tanpa sadar kenangan tersebut membawa saya pada guliran-guliran air mata yang kaya jelangkung -datang tak dijemput pulang tak diantar-.
Kenapa airmata bisa turun? Saya ngga tau. Kenapa saya jadi nangis? Saya juga ngga tau. Entahlah, menangis jadi sesuatu yang terjadi begitu saja seperti saat kita bernafas. Saya pun lebih suka membiarkan airmata itu mengalir dan saya sering menganggap itu sebagai proses cuci mata :p.
Saya sering merasa lebih lega ketika selesai menangis. Pikiran saya pun menjadi lebih plong dan saya bisa lebih jernih dalam melihat sebuah masalah. Saat menangis saya meluapkan segala emosi yang terkadang hanya sebuah emosi. Emosi yang tidak dipikirkan terlebih dahulu. Seandainya saya terbawa emosi, mungkin saya hanya akan marah-marah tanpa ada penyelesaian. Tapi dengan mencoba mengeluarkan air mata, memikirkan kembali apa masalah yang sedang menghantui pikiran saya, saya menjadi bisa bernafas dengan lebih lega. Ya,saya tau saya tipe yang menjadikan menangis sebagai sebuah katarsis. Dan satu lagi, saya juga mengamini satu bait lagu Dewa 19 yang berjudul Kirana.
“Tak pernah kusesali namun kutangisi”
Apa yang pernah terjadi dalam hidup saya, selalu saya mencoba untuk mencari celah agar tidak menyesalinya. Seberapun menyakitkannya itu. Toh saya benar-benar tidak dapat apa-apa dari proses penyesalan itu. Tapi saya suka menangis untuknya. Meluapkan apa yang ada di hati agar tidak menjadi tumor atau batu ginjal. Buat saya menangis membuat hidup semakin hidup. Karena dalam tangisan semua emosi yang berkecambuk dapat luruh seperti air mata itu sendiri.
Yah, lagi-lagi itu menurut saya saja. Saya punya teman yang lebih suka tidak menangis. Karena baginya menangis hanya akan membuat dirinya menjadi lemah. Boleh saja, hanya kita yang tahu bagaimana system dalam tubuh kita bekerja. Kalau hati kita memang tidak bisa diajak untuk mengharu biru ya ngga usah maksa nangis juga. Ntar malah tambah sakit. Hohohoho.
Oh, ya tetapi saya juga sebal dengan tangisan ketika ia menjadi alat untuk mencapai sesuatu. Seperti tangisan anak kecil yang minta dibelikan mainan atau air mata buaya yang intinya ngga beda jauh sama anak kecil itu. Emm… kalau itu sih jujur saja saya malah jadi ngga simpatik dan pada akhirnya saya merasa bahwa mereka membuat tangisan itu menjadi tidak sakral lagi. Hohohoho –asal-
-ditulis 13 Oktober 2011-
Nb: fotonya aye ngambil dari mbah Google, kalo ada yang samaan ya maaph :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar