Jumat, 30 Desember 2011

Resume Desember

Yaahh, saya menyadari ternyata di bulan desember ini saya ngga posting apa2 sampe hari ini.
Padahal cukup banyak yang terjadi di bulan terakhir tahun 2012.

Sebenarnya hal ini dimulai dengan internet di rumah yang ngga oke. Tiba2 aja dia mati dan saya akhirnya ngga bisa leluasa untuk online :(. Selain itu perlu diketahui bahwa laptop saya sudah tidak bisa lagi terhubung dengan kabel LAN, jadi sama saja saya tidak bisa online dari laptop saya. Padahal akan jauh lebih mudah dan menyenangkan ketika memakai barang milik diri sendiri. :(

Kembali ke bulan desember, awal bulan desember sudah saya lalui dengan hati yang masam. Ya, unfortunately, it was still about him. Menyebalkan dan membosankan? Saya juga ngerasa gtu. :p Dengan bodohnya saya menghancurkan hubungan yang sudah rapuh. Tali pertemanan yang saya inginkan tampaknya tinggal mimpi.

Di bulan desember ini juga saya memulai lembaran baru di dunia akademik. Beberapa teman saya pasti mengerti maksud dari kata-kata saya ini. Yah, saya berharap ini adalah langkah untuk maju.

Selain itu saya juga mengalami yang namanya "kado tak tersampaikan". Hehehe. Rasanya ga jauh beda kaya perasaan yang tak tersampaikan, tapi lebih sakit sih kalo saya pikir. :p. Tetapi sudahlah, mungkin itu awal yang baik untuk totally move on. :)

Desember juga membawa saya kembali ke Bekasi. Kembali ke keluarga saya. Menikmati menit-menit berharga bersama mereka. Saya tahu ikatan saya dan mereka sangat kuat jadi tak perlu berkomunikasi setiap hari pun kami tetap merasa baik-baik saja. Tapi bukan hal yang buruk juga ketika saya bertemu dengan mereka, kan?

Banyak kejutan, banyak perjalanan, banyak rasa...
Bulan desember, bulan hujan, bulan kenangan, bulan apapun itu...
Yang jelas, mungkin sedikit terlambat tapiii

Merry Christmas everyone...
I hope you have a peaceful Christmas... :)

30 Desember 2011

Percakapan Dua Gelas Susu (2)

”Kok, masi panas ya?” Tanyamu dengan sedikit cemberut.

”Kan udah dibilangin, minumnya dikit-dikit aja. Diseruput. Kalau haus, nih aku punya air putih.” Kataku sambil menyodorkan tempat minumku.

”Hehehe. Iya.” Jawabmu.

”Terkadang kita tidak bisa meminum mimpi. Tapi mungkin kita bisa menyeruput mimpi. Dan ngga salah kok, mencoba yang lain terlebih dahulu. Kalau mimpi itu memang realitamu di masa depan, kamu pasti bisa meraihnya. Tapi jangan lupa juga kalau mimpi identik dengan fatamorgana. Oasis di mata tapi tidak nyata. Kamu mau terus berfatamorgana? Berilusi?”

”Kamu ngomong apa sih, luk? Ga nyambung.” Sahutmu.

”Lupa kalo kamu oon.” Jawabku ogah-ogahan.

”Emang aku ga boleh punya mimpi ya? Ga boleh punya angan-angan?” Tanyamu.

”Boleh. Itu yang membuat kamu hidup. Tapi kadang overdosis itu bisa juga merangsang kematian. Begitu pula mimpi. Aku terkadang lebih suka membuang mimpi yang emang percuma buat disimpen. Kalo ternyata aku berjodoh sama mimpi itu, anggap aja nilai plus. Kalo ternyata sampe akhir hayat aku dan mimpiku bagaikan dua rel kereta api yang tak bersatu, anggap aja itu bunga kehidupan. Mimpi itu bunga kehidupan, cantik tapi banyak durinya, jadi harus hati-hati.”

”Kamu kenapa sih, luk? Segitu abis patah hatinya sampe ngomongnya pun ngaco?” Tanyamu heran.

”Hahahaha. Lagi pingin bilang ke diri sendiri supaya bisa ’move on’ dan mungkin pingin ngajak satu temenku ini buat ikutan bareng sama aku. Tertarik?”

”Susunya udah dingin, kedinginan nih kelamaan ngobrol.” Katamu tiba-tiba.

”Yaudah, gek diminum, nyeng.”

”Ngga tau luk, kok kayanya aku perlu waktu buat mencerna kata-katamu ya?” Lontarmu tiba-tiba sambil menunduk memainkan sendok susu.

”Aku tau kapasitas otakmu dan seberapa keras hatimu. Aku ngga maksa kamu untuk ikut bareng aku atau sekedar mengingat percakapan kecil kita ini. Tapi kamu tau, aku Cuma pingin liat kamu baik-baik aja. Dalam arti kamu bisa mencoba banyak hal baru, berteman dengan banyak orang, cari pengalaman sebanyak-banyak, ngga usah ingat-ingat mimpi itu dengan menyapanya atau berharap bertemu dengannya. Kadang kamu harus berusaha keras agar tidak selalu menganggap dia pilarmu dan jika ada yang menawarkan pilar lain, cobalah kamu telisik dulu. Kalo cocok ambil, kalo ngga ya ga usah dipaksa. Kamu masi mau nangis buat dia? Sekali-kali aja deh, kasian juga tuh paru-parumu. Nangis kan bikin sesek.”

”Hehehe. Kok kamu tau aku masih sering nangis. Aku kan ga pernah cerita.” Tanyamu.

”Wooyyy, lo lagi ngomong sama manusia, bukan robot. Gue juga punya hati punya rasa kalee. Kamu tahu? Aku juga kadang masi nangis kalau ingat ’dia’, bertanya kenapa aku ga dikasih waktu lebih panjang buat nemenin dia, injury time gtu. Masih nangis saat ingat semua yang pernah kita lewatin sama-sama. Tapi aku coba sebisa mungkin untuk ngga nangis sering-sering, mulai mencoba menggaungkan namanya di dalam hatiku biar terasa lebih rileks dan biasa aja. Perlahan membuang mimpi yang pernah aku rajut dengan namanya sebagai benang. Perlahan-lahan. Sakit memang tapi aku harus ’move on’.”

”Kalau ternyata dia memang jodohmu? Kamu akhirnya berakhir dengan hidup bersamanya?” Tanyamu dengan mata yang tak berkedip.

”Kaya yang aku bilang tadi, itu nilai plus. Berarti emang dia adalah susu panas buatku. Tapi dari pada aku terus nangis dan ngga ngapa-ngapain, mending aku keluar dari tangisan itu, cari hal baru dan mungkin ’susu’ yang lain. Kalau aku tidak berhasil dengan susu yang lain itu, ya ga papa yang penting aku tidak terjebak hanya dengan dia seorang. Kadang susu yang kita dapatkan memang tidak sama. Tapi mencoba beragam susu itu ngga salah. Koleksi rasa. Makin banyak, makin lengkap deh kafe kehidupan kita.”

”Aku ngga tau, luk.” Katamu lirih.

”Kamu harus tau. Yang ngga perlu tahu itu aku. Ngga masalah kalo kamu ngga mau cerita sama aku, tapi kamu harus cerita sama dirimu sendiri. Mensinkronkan hati dan otak. Udah habis susunya? Pulang yuk, udah jam 11 lewat aja nih. Kasian sama yang nungguin kamu di kost”

”Yuk.” Jawabmu singkat.

Lagi-lagi aku memojokkannya. Duh, mulut ini ngga bisa dijaga deh. Kasian deh anak orang ini. Setelah hari ini mungkin dia ngga akan cerita apa-apa lagi soal mimpinya. Mungkin sebel karena selalu dan selalu aku marahin karena aku ngga suka. Kenapa juga aku suka amnesia kalau setiap orang itu berbeda. Aku dan dia berbeda. Yasudahlah, kalau memang setelah ini dia ngga bicara soal itu lagi dan ngga curhat ke aku ga papa lah. Yang penting dia baik-baik saja. Emm aku harap dia baik-baik saja untuk menyongsong tahun baru ini.

”Udah sampe.” Kataku.

”Makasi ya, luk. Kapan-kapan kalau ada film gratisan ajak aku lagi ya.” Pintamu.

”Dasar mental gratisan! Oke, tidur sana.” Jawabku.

”Kaya kamu ngga aja. Daahhh. Hati-hati yaa...”

Aku gas motorku melaju di tengah dinginnya kota Yogyakarta. Jalanan mulai sedikit lenggang dan mungkin juga hatiku. Ingin rasanya membuat ia keluar dari lingkaran ’susu panas’ nya tapi itu hidupnya bukan hidupku. Apapun yang ia pilih, ia yang mengerti semua konsekuensinya. Dan aku. Iya, tugasku Cuma satu. Aku tetap akan ada di sampingnya sebagai temannya. Sampai kapan? Ntahlah, hanya penulis skenario kehidupan yang tahu.

-kado tahun baru untuk seseorang yang selalu kujemput setiap pagi selama hampir 3 tahun. Mungkin ini kado yang paling menyebalkan. :p-

Kamarku, 30 Desember 2011

Nb: It is the right time to move on, I think. :)

Jika ternyata kita sampai di tempat yang sama, setidaknya kita sudah pernah berpindah tempat untuk melihat orang baru dan mencoba susu yang baru. :)

Percakapan Dua Gelas Susu (1)

“Pesanannya dua gelas susu putih segar panas ya, mbak. Yang satu tanpa gula.”

“Yup, mbak.”

“Ditunggu ya pesanannya.”

Disinilah kita sekarang berada. Duduk berhadap-hadapan ditemani gelapnya malam dan dinginnya kota Yogyakarta. Jalanan di depan masih sarat dengan motor-motor yang sudah tak sabar melabuhkan rodanya. Kota jelas masih ramai walau jarum jam sudah mulai bergerak dari pukul 9 malam. Wajar saja, ini termasuk jalan utama kota ini sehingga pemandangan seperti itu adalah hal yang biasa.

Aku dan kamu sejenak bermain dengan keheningan dan akhirnya kita pun memulai percakapan basa-basi seputar film gratis yang kita tonton tadi ataupun seputar kegiatan akademik yang selalu kita jalani bersama. Tentang beberapa nasib yang sedang melanda teman-teman kita atau tentang takdir yang sedang coba kita jalani. Dan susu yang kita pesan pun datang. Aku tau kamu tidak bisa menyembunyikan wajah sumringahmu. Ya, aku tau susu adalah minuman kesukaanmu.

Kau mulai menyeruput perlahan susu panas itu dan air mukamu pun berubah.

“Panas.” Katamu.

“Yaiyalah.” Potongku galak. “Jelas-jelas ditulis SUSU PANAS. Kalo dingin harusnya kamu protes sama mbaknya.”

“Iye, iye, galak banget sih.” Jawabmu.

“Eh, terkadang tuh mimpi kaya susu panas ini ya. Kelihatannya enak dan menggiurkan saat ia hadir, tapi kalau langsung kita minum juga ga bisa. Nyonyor mulut kita. Terkadang memang kita harus menunggu sampai susu itu dingin atau mungkin kita perlu makan atau minum yang lain dalam rangka menunggu susu itu dingin. Bahkan terkadang bisa saja kita meninggalkan susu itu kalau ternyata ada cecak yang masuk kesana. Hahahaha.”

“Perumpaanmu bagus diawal doang deh, akhirannya bikin antiklimaks. Ngapain juga cecak berenang di susu?” Timpalnya sambil manyun.

“Biarin, kan temanya tentang mimpi. Kadang mimpi membawa kita terbang tinggi sampai kita lupa sama yang namanya realita dan akhirnya kita jatuh dengan rasa sakit yang luar biasa ketika kita sampai pada realita. Jadi bikin perumpaannya juga harus yang antiklimaks dong.” Balasku.

“Terserah deh.” Jawabnya.

Kuamati sekilas profil orang dihadapanku. Sekilas aja, karena dia bukan lelaki ganteng ataupun macho. Dia teman sepermainanku dan di cewek, sama sepertiku. Badannya kecil dan kurus. Tidak salah kalau ada yang menyebutnya kurang gizi. Terkadang ia menyebalkan karena manjanya yang overdosis. Tapi kalau dipikir-pikir kadang dia cukup tough juga kok. Kadang :p. Berteman dengannya lebih dari 3 tahun dengan segala tabiatnya tidak membuatku kapok. Sebagai bocoran aku selalu menjemputnya setiap pergi ke kampus. Macam pacarnya saja :p. Tapi tak mengapa, aku tidak mengeluh dan aku menikmati saat-saat itu.

Sayangnya ada satu hal yang tak pernah aku mengerti tentangnya. Ia selalu menyimpan mimpi yang sama tentang seseorang. Bertahun-tahun dan tak berubah. Tanya kenapa? Perasaan seseorang bukanlah teka-teki yang untuk dipecahkan, menurutku.

Terkadang aku salut dengan kegigihannya menyimpan harapan itu, kegigihannya menunggu susunya yang tak kunjung dingin. Tapi terkadang aku berpikir apakah kegigihan dan kebodohan itu berteman akrab? Kenapa ia tidak mencoba makanan atau minuman lain sembari menunggu susu panasnya itu? Mencari pengalaman baru dan tidak terpuruk pada bagian terburuk dari otak, yaitu “kenangan”. Kenapa terlihat begitu terobsesi akan satu mahkluk itu? Kenapa dan kenapa yang lain.

Tanpa dia tahu terkadang aku ingin mendengar ia menceritakan orang lain. Terkadang aku ingin ia sedikit saja ia lupa akan mimpi indah itu. Sedikit saja kembali pada sebuah “realita”. Terkadang aku ingin dia tidak sakit dan tidak memikirkan hal itu lagi. Sedikit saja.

Tapi mungkin aku harus kembali mengingatkan diriku akan satu baris kalimat yang sering kutulis “Beda kepala beda pikiran, beda hati beda rasa... bukan sesuatu yang benar kalo kita memaksakan perasaan antara satu orang dengan yang lain... biar mereka merasakan dengan hati mereka dan kita dengan hati kita sendiri...”

Aku dan kamu adalah dua sosok yang berbeda. Mungkin seharusnya aku sadar bahwa aku datang di kehidupanmu untuk memberimu tawa dan senyuman bukannya menghakimimu dan mencemoohmu. Mengguruimu bahwa lebih baik begini daripada begitu. Sok menjadi gurumu karena merasa lebih pintar darimu. Menguliahimu dengan sejuta pengalaman yang aku dapatkan. Aku lupa bahwa aku dan kamu berbeda dan aku tak pernah bisa memohon dirimu untuk menjadi yang aku inginkan.

bersambung...