Senin, 28 Mei 2012

Depresi Diam-diam


 Entah hal apa yang mendorong saya untuk menuliskan hal ini.
Hemm… mungkin karena perbincangan antara saya dan teman sepermainan saya di kampus pada suatu sabtu malam –malam minggu gadis-gadis cantik :p-

Seperti biasa ketika ada 2 orang wanita dan lebih maka percakapan yang awalnya hanya berkisar tentang cuaca hari ini bisa merembet dengan cepat dan pasti sampai ke konser Lady Gaga yang baru saja dibatalkan. –opo,tho?-
Itulah yang terjadi pada malam tersebut. Awalnya saya dan teman saya sedang membicarakan tentang pernikahan tante saya yang akan berlangsung sebulan lagi –mohon doanya yaa- berlanjut sampai pada sebuah kegalauan yang saat ini sedang kami rasakan namun tak berani kamu ungkapkan. Fiuh –tarik nafas-.

Kami pun akhirnya menyadari bahwa semakin lama kami tahan semakin dekatlah kami dengan satu keadaan yang saya sebut dengan ‘depresi diam-diam’.


Depresi diam-diam adalah keadaan dimana kita sedang galau dan sumber kegalauan tersebut selalu bercokol di benak kita. Kita tau semua yang kita lakukan, setiap deru nafas, langkah kaki, jejak pikiran, semua tentang dia. Ya, tidak ada yang lain selain dia. Kita tau dan mengerti tapi kita tidak ingin mengungkapkannya karena itu hanya akan menambah sakit semata. Pada akhirnya sakit itu hanya bisa kita rasakan diam-diam dan tentu saja tanpa sadar kita menjadi depresi, karena diam-diam, jadi disebutlah depresi diam-diam. –asal banget :p-

Kita akhirnya sama-sama mengakui bahwa yang sedang bercokol di benak kita adalah hal yang sama. Kita juga mengakui bahwa rasanya berat untuk curhat soal ini karena semua orang juga sedang curhat soal ini. Sesungguhnya kita sudah eneg, jenuh, penat, bête, dan semua kata-kata mengesalkan lainnya. Tapi yahh itu tetap terjadi. :(

Sekilas kita mulai flash back tentang kejadian yang kita alami selama ini. Mulai dari semester 4, kita juga menggalau dengan alasan sedang mengikuti 2 mata kuliah yang membuat dada ini sesak dan sepertinya menghabiskan seluruh waktu di semester 4 kita. Yah, itu semester 4.
Lalu datang semester 6 dengan umbul-umbul bertuliskan “saatnya KKN”, dan hal itu sempat menimbulkan kegalauan dan juga ketakutan terselubung di benak kami semua. Dan, here we go, kita sama-sama berada di semester 8 dan semua orang sadar dan tau bahwa kita dihadapkan oleh satu kata yang oke punya selalu mengisi relung kalbu sanubari terdalam –ehem- “Skripsi”. –akhirnya terucap juga- Satu kata ini berarti banyaakkk sekali, bisa mengakibatkan berjuta reaksi ketika kita mengucapkannya. Yang jelas satu kata itu yang sedang bercokol di benak kita berdua. Fiuh.

Tapi kita juga mulai berpikir bahwa ini bukan akhir. Pasti tahun depan akan ada kegalauan dalam mencari kerja, tahun depannya lagi pasti ditanya kapan berkeluarga, kalau sudah berkeluarga nanti ditanya kapan punya anak, dan dan dan lain lain. Semua itu ngga akan berhenti dan akan selalu memicu penyakit depresi diam-diam ini.

Fiuh. Penyakit tahunan :p.

Sampai saya menerawang di dinding kamarnya dan bertanya “kita bisa ngga ya keluar dari mulut buaya ini?”
Teman saya pun menjawab “pasti bisa, luk. Tahun-tahun kemarin saja kita bisa keluar dengan hidup-hidup.”
Yah, mungkin harus saya dengungkan di telinga saya satu kalimat yang pernah disampaikan teman saya “apa yang tidak membuatmu mati hanya akan membuatmu kuat.”


Hemmm… Semoga, karena saya rasa perjalanan saya masih sangat-sangat panjang dan belum terlihat ujungnya :p.

27 Mei 2012
-Sendiri di tengah malam sepi-