Entah hal apa yang mendorong saya untuk menuliskan hal ini.
Hemm… mungkin karena perbincangan antara saya dan teman sepermainan saya di
kampus pada suatu sabtu malam –malam minggu gadis-gadis cantik :p-
Seperti biasa ketika ada 2 orang wanita dan lebih maka
percakapan yang awalnya hanya berkisar tentang cuaca hari ini bisa merembet
dengan cepat dan pasti sampai ke konser Lady Gaga yang baru saja dibatalkan.
–opo,tho?-
Itulah yang terjadi pada malam tersebut. Awalnya saya dan
teman saya sedang membicarakan tentang pernikahan tante saya yang akan
berlangsung sebulan lagi –mohon doanya yaa- berlanjut sampai pada sebuah
kegalauan yang saat ini sedang kami rasakan namun tak berani kamu ungkapkan.
Fiuh –tarik nafas-.
Kami pun akhirnya menyadari bahwa semakin lama kami tahan
semakin dekatlah kami dengan satu keadaan yang saya sebut dengan ‘depresi
diam-diam’.
Depresi diam-diam adalah keadaan dimana kita sedang galau
dan sumber kegalauan tersebut selalu bercokol di benak kita. Kita tau semua
yang kita lakukan, setiap deru nafas, langkah kaki, jejak pikiran, semua
tentang dia. Ya, tidak ada yang lain selain dia. Kita tau dan mengerti tapi
kita tidak ingin mengungkapkannya karena itu hanya akan menambah sakit semata.
Pada akhirnya sakit itu hanya bisa kita rasakan diam-diam dan tentu saja tanpa
sadar kita menjadi depresi, karena diam-diam, jadi disebutlah depresi
diam-diam. –asal banget :p-
Kita akhirnya sama-sama mengakui bahwa yang sedang bercokol
di benak kita adalah hal yang sama. Kita juga mengakui bahwa rasanya berat
untuk curhat soal ini karena semua orang juga sedang curhat soal ini.
Sesungguhnya kita sudah eneg, jenuh, penat, bête, dan semua kata-kata
mengesalkan lainnya. Tapi yahh itu tetap terjadi. :(
Sekilas kita mulai flash back tentang kejadian yang kita
alami selama ini. Mulai dari semester 4, kita juga menggalau dengan alasan
sedang mengikuti 2 mata kuliah yang membuat dada ini sesak dan sepertinya
menghabiskan seluruh waktu di semester 4 kita. Yah, itu semester 4.
Lalu datang semester 6 dengan umbul-umbul bertuliskan “saatnya KKN”, dan hal
itu sempat menimbulkan kegalauan dan juga ketakutan terselubung di benak kami
semua. Dan, here we go, kita sama-sama berada di semester 8 dan semua orang
sadar dan tau bahwa kita dihadapkan oleh satu kata yang oke punya selalu
mengisi relung kalbu sanubari terdalam –ehem- “Skripsi”. –akhirnya terucap
juga- Satu kata ini berarti banyaakkk sekali, bisa mengakibatkan berjuta reaksi
ketika kita mengucapkannya. Yang jelas satu kata itu yang sedang bercokol di
benak kita berdua. Fiuh.
Tapi kita juga mulai berpikir bahwa ini bukan akhir. Pasti
tahun depan akan ada kegalauan dalam mencari kerja, tahun depannya lagi pasti
ditanya kapan berkeluarga, kalau sudah berkeluarga nanti ditanya kapan punya
anak, dan dan dan lain lain. Semua itu ngga akan berhenti dan akan selalu
memicu penyakit depresi diam-diam ini.
Fiuh. Penyakit tahunan :p.
Sampai saya menerawang di dinding kamarnya dan bertanya
“kita bisa ngga ya keluar dari mulut buaya ini?”
Teman saya pun menjawab “pasti bisa, luk. Tahun-tahun
kemarin saja kita bisa keluar dengan hidup-hidup.”
Yah, mungkin harus saya dengungkan di telinga saya satu
kalimat yang pernah disampaikan teman saya “apa yang tidak membuatmu mati hanya
akan membuatmu kuat.”
Hemmm… Semoga, karena saya rasa perjalanan saya masih sangat-sangat panjang dan belum terlihat ujungnya :p.
27 Mei 2012
-Sendiri di tengah malam sepi-