Senin, 14 Desember 2009

The Lunacy part two

Yup, setelah digantung akhirnya saya ingin meneruskan cerita tentang play berjudul The Lunacy…

Ternyata,, semua itu bukanlah karena Allah ingin memberikan hujan, namun benar adanya bahwa adik yang tadinya ditukar secara paksa oleh sang kakak tiba-tiba bangun ditengah pingsannya. Dan ia pun menyadari bahwa inilah saat ia berkorban. Berkorban tidak hanya untuk keluarga, namun juga untuk semua penduduk desa tersebut.. Dan ta-da ia pun membunuh dirinya dengan sangat berani, wajahnya menunjukkan bahwa ia siap mengorbankan dirinya sendiri dan ia benar-benar sendiri…

Fiuh, begitulah akhir dari cerita play yang saya tonton bersama Putri ini. Ceritanya mungkin biasa saja, sudah sering kita mendengar tentang dongeng yang isinya pengorbanan seseorang agar alam memberikan sesuatu yang diinginkan. Yup..yup itu memang benar… Tapi tetap setelah pulang dari menonton saya mendapatkan ’sesuatu’. Hal yang mungkin bagi sebagian orang sepele namun bagi saya merupakan hal yang cukup besar yaitu pengorbanan dan ketulusan.
Emm.. pasti sebagian orang langsung membatin “ini mah udah basi”. Yah, tidak salah sih, masalah pengorbanan dengan ketulusan adalah hal yang biasa banged tapi pernah ga sih kita coba melakukan itu? Tidak perlu untuk hal yang besar cukup hal yang kecil. Saat kita membantu orang, saat kita memberikan maaf, kita melakukannya dengan hati yang benar-benar tulus, ikhlas dan tidak mengharapkan imbalan sedikit pun. Pernahkah?

Jujur, saya sebagai penulis saja belum pernah.. hehehe… mungkin sering membatin “kok dia ga tulus sih?” tapi kalo dikembalikan ke diri sendiri, kita juga jarang melakukan hal dengan tulus. Bukti paling konkret adalah dengan seringnya kita berujar “mana terimakasihnya?” Hayo, siapa yang suka menanyakan hal ini? Hahahaha… Kita memang manusia biasa, pasti sulit untuk melakukan sesuatu dengan benar-benar tulus. Tapi tidak salah kan kalau kita coba?? Hohoho…
Setelah sedikit wejangan, mau sedikit komentar dengan play The Lunacy tersebut…

Saya suka dengan adanya gamelan jawa sebagai backsound. Wow, it was very interesting. Suasananya jadi lebih mistis, dapet banged apa yang mereka mau tapi saying pemainnya kurang keras dalam mengucapkan dialog-dialognya, jadi saya yang kemampuan bhasa inggris dibawah rata-rata jadi lebih budek lagi deh. Hehehehe… But, so far.. I like it… Keep do it better! :) :) :)

Ps: oh ya, sedikit intermezzo, saat saya pulang dari play, saya makan lele goring dan saya keselek duri ikan lele. Wow, duri IKAN LELE… kayaknya yang salah yang makan deh, masa makan lele aja nyangkut durinya,, kalau bandeng mah wajar.. Hehehehe…

Selasa, 24 November 2009

The Lunacy

“no one can stop the tradition but the cosmos does”

The Lunacy adalah sebuah play yang saya tonton bersama teman saya Putri di Gedung Societet pada tanggal 4 September 2009 lalu. Ok mungkin sudah terlalu tidak update. Hehehe… Tapi biarkan saya membagi apa yang saya rasakan saat menonton play tersebut. Tentang isi ceritanya dan performance mereka ketika di panggung serta sisipan sedikit kisah saya dan Putri ketika menonton play tersebut.

Oya, mungkin ada yang belum tahu bagaimana itu play dan siapa yang mengadakan play tersebut. Jadi, play adalah sebuah performance semacam drama atau teater, dimana kita bisa melihat life performance dan itu bukan hasil rekaman. Biasanya play ini dimainkan oleh mahasiswa-mahasiswa tahun ketiga yang mengambil mata kuliah play performance di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Terutama untuk jurusan Pendidikan Bahasa Inggris dan Sastra Inggris. So, pasti dapat ditebak play ini berbahasa inggris. (yaiyalah, namanya juga play)

Dikarenakan saya dan teman saya, Putri, suka menonton life performance, bahasa inggris bukanlah menjadi halangan bagi kami untuk menonton. Itung-itung belajar listening juga. Hehehehe… Akhirnya pada hari jumat malam nan cerah(?) kami pun berangkat ke taman budaya untuk menonton play tersebut. Kronologinya adalah Putri yang menjemput saya lalu kami kesana menggunakan motor Putri.

Play kali ini adalah performance dari jurusan pendidikan bahasa inggris Universitas Sanata Dharma. Play ini berkolaborasi dengan gamelan jawa dan kalau boleh jujur saya suka sekali mendengarkan alunan music dari alat tradisional ini. Wah, semakin semangatlah saya dan Putri untuk menonton. Walaupun nyamuk bertebangan (serius, ini serius, pesan saya sebelum ke societet lebih baik pakailah obat nyamuk oles terlebih dahulu daripada handbody) tapi kami tetap semangat sampai detik terakhir pertunjukan.

Pertunjukan ini bercerita tentang sebuah desa, dengan setting zaman dahulu kala dan dengan suasana Jawa yang kental, yang tidak kunjung dibasahi oleh hujan alias musim kemaraunya kelamaan. Hal ini tentu saja menjadikan penduduk desa resah, gundah dan gulana. Ada apa? Mengapa? Apakah karena Yang Maha Kuasa menyimpan amarah dan dendam pada desa ini?? Ataukah karena awan memang sedang tidak berpihak kepada desa kami?? Seribu Tanya memenuhi benak semua penduduk desa tersebut, sampai pada akhirnya dukun pun bertindak. Tunggu, bukan Alam mbah dukun, tapi orang pintar yang dihormati di daerah tersebut yang berpenampilan tidak jauh seperti mbah dukun. Ternyata eh ternyata orang pintar itu mengatakan bahwa harus ada yang dikorbankan di desa tersebut dan orang itu haruslah seorang gadis. (ya, kadang saya selalu bertanya-tanya kenapa harus gadis yang dikorbankan, jarang sekali mereka meminta janda atau duda, Emm.. mungkin karena mereka sudah tidak fresh lagi kali ya?)

Setelah mengundi anak gadis siapa yang akan dikorbankan, pilihan itu jatuh pada sebuah keluarga yang mempunyai 2 anak, 1 gadis dan 1 perjaka. Gadis ini sebenarnya adalah gadis yang pemalas namun sungguh di dalam hatinya ia sayang sekali pada orang tuanya. Oleh sebab itu ketika diberitahukan bahwa ia harus dikorbankan, gadis tersebut setuju untuk merelakan dirinya walaupun dengan isak tangis terlebih dahulu.

Masalah tidak sampai disini saja. Ketika tiba saatnya gadis tersebut dikorbankan, kakak kandungnya (yang perjaka itu) tidak rela adiknya mati. Dan dengan mantap ia pun menukarkan dirinya dengan adiknya. Perlu diketahui, kakaknya menukarkan secara sepihak, karena adiknya dibuat pingsan dan ia yang berjalan menuju altar untuk dikorbankan. Namun Yang Maha Kuasa berkehendak lain, tipu muslihat si perjaka (baiklah saya mengaku saya lupa nama-nama dalam cerita ini. Hehe) ketahuan oleh mbah dukun dan ia tidak bisa mengorbankan seorang perjaka (memang perjaka dan gadis itu berbeda). Tetapi entah mengapa tiba-tiba hujan deras turun membasahi seluruh jengkal tanah di desa tersebut. Timbulah tanda Tanya besar di kepala orang-orang tersebut. Apakah ini semua karena Yang Maha Kuasa berbaik hati ataukah ada sebab yang tak terlihat lainnya?

Kita tunggu Lunacy part 2… Don’t miss it... (diucapkan dengan gaya centil nan lucu dengan satu mata mengedip manja)
Emm.. foto tiketna menyusul ya.. hehehe...